Rabu, 21 Oktober 2009

Persepsi : Menyesatkan atau Mencerahkan



Sebelum mulai, coba liat gambar disamping. Menurut anda foto apa yah?? Silakan jawab sendiri (minimal ada 2 jawaban)


Semua jawaban anda adalah benar dan tidak ada yang salah. Tetapi mana yang paling benar??? Yang paling benar adalah yang mana yang anda persepsikan dalam pikiran.


Persepsi selalu menjadi cikal bakal keributan yang muncul. Jika persepsi ditambah dengan keegoisan manusia maka lengkaplah sebab-sebab munculnya masalah. Saya membaca sebuah cerita menarik yang diyakini sebagai sebuah kisah nyata di Tuan Trong, Vietnam dari buku yang di tulis oleh master Thich Nhat Hanh sebagai berikut :


Cerita ini terjadi pada jaman perperangan di Vietnam. Tersebutlah terdapat sepasang pemuda pemudi yang sedang dimabuk asmara yang akhirnya memutuskan untuk menikah. Singkat cerita mereka pun menikah dengan sangat sederhana dan hanya disaksikan oleh bumi dan langit. Belum lama menikmati kebahagiaan rumah tangga, pemuda ini terpanggil untuk ikut berperang sebagai prajurit dalam membela negara. mereka menangis semalaman karena si istri sangat berat melepaskan suami tercintanya untuk ikut perang apalagi saat ini beliau sedang hamil muda. Kita tahu, berangkat perang adalah jauh lebih mudah dibandingkan dengan kembali dari perang. Banyak yang berangkat dengan utuh dan tidak pernah kembali lagi. Kalaupun kembali, organ-organ tubuh banyak yang tidak utuh dan tidak lagi berada di tempat yang seharusnya. Apa boleh buat, walaupun berat, istri tetap harus merelakan suaminya untuk berperang. Suami pergi dengan iringan lautan air mata dan berbekal doa-doa keselamatan istri.


Beberapa tahun kemudian, perang telah usai, semua prajurit diijinkan kembali ke kampung halamannya. Sang istri pun mendapat berita baik itu, bersama dengan teman-teman kampungnya ia berbaris di jalan masuk menuju kampung dengan membawa seorang anak kecil. Menunggu dengan hati yang tidak karuan dan tidak sabar, akhirnya para prajurit tiba juga ke kampung halamannya. Sambil melihat-lihat dalam keramaian, akhirnya dia dapat melihat suami berada dalam barisan prajurit tersebut dan masih dalam kondisi utuh. Walaupun lusuh tetapi masih seganteng sewaktu mereka menikah. Suami pun melihat istrinya, mereka pun melepas kerinduan yang begitu mendalam dengan berpelukan. Suami juga melihat anak kecil yang dibawa oleh istrinya dan yakin bahwa anak itu adalah buah cinta mereka.


Mereka pun segera kembali ke rumah, setelah sampai di rumah, suami meminta kepada istrinya untuk mempersiapkan alat-alat dan sajian-sajian untuk sembahyang. Ia ingin berterimakasih kepada para Buddha dan Bodhisatwa karena telah dilindungi selama berperang sehingga dapat kembali ke rumah. Kemudian istri berangkat ke pasar untuk membeli buah-buahan, kue dan makanan. Anak kecilnya ditinggal bersama dengan suaminya. Pada saat, istrinya berangkat ke pasar. Sang Suami begitu kangen kepada anaknya, sehingga ingin segera memeluknya dan merayunya untuk memanggilnya ayah. Tetapi anak kecil itu tidak mau memanggilnya dengan sebutan ayah malah mengatakan dia bukan ayahnya. Sangat wajar, anak kecil tidak bisa menerima orang asing yang belum pernah dilihatnya. Suami tidak menyerah dan terus merayu anak kecil itu untuk memanggilnya ayah, tetapi anak kecil itu tetap mengatakan kalau ia bukanlah ayahnya. Akhirnya dengan kesal, sang suami bertanya kepada anak kecil itu, kalau saya bukan ayahmu, siapa ayahmu??. Diluar dugaannya, anak kecil itu menjawab ”Ayah saya hanya datang malam hari, ia menemani ibu sampai malam, ayah dan ibu bercakap-cakap sampai malam. Jika ibu duduk, maka ayah juga duduk. Jika ibu tidur, ayah juga tidur”. Mendengar jawaban itu, suami marah sekali karena merasa istrinya tidak setia lagi dan selingkuh dengan pria lain.


Ketika istrinya pulang dari pasar, suaminya diam saja dan tidak menghiraukan istrinya. Ia mempersiapkan sendiri meja sembahyangnya dan melarang istrinya untuk ikut sembahyang bersamanya. Istrinya bingung dan bertanya kepada sang suami, apa yang terjadi, mengapa kau melarang saya untuk ikut sembahyang bersamanya. Tetapi suaminya diam saja. Makan dalam diam, tidur dalam diam. Istrinya menjadi stress dan dia juga diam saja. Keesokan harinya, suami juga masih marah kepada istrinya dan mendiamkan istrinya. Beberapa hari kemudian, sang istri menjadi depresi dan membunuh dirinya dengan melompat ke sungai.


Sang suami masih merasa biasa-biasa saja karena merasa tidak menjadi masalah besar toh dia sudah selingkuh dengan pria lain. Dia masih tetap tinggal bersama anaknya. Suatu ketika, ia membereskan barang-barang yang tergeletak di lantai kamar, ia menemukan sebuah lampu teplok, begitu melihat lampu itu, anaknya langsung berkata “ayah sudah datang”. Lelaki itu menjadi bingung dan melihat kesana kemari dan tidak melihat siapa-siapa. Kemudian ia bertanya kepada anaknya “dimana ayah?” si anak menunjuk ke lampu teplok itu. Sang ayah sangat bingung dan kemudian ia pergi ke tetangga untuk bertanya banyak hal tentang istrinya, tetangganya bercerita bahwa anaknya itu selalu bertanya tentang ayahnya. Sampai suatu saat, sang ibu tidak tahan lagi didesak maka ia mengatakan bahwa ayahnya akan datang malam itu. Dan anak pun menunggu dengan sabarnya sampai malam hari. Malam pun datang menjemput. Sesuai janjinya kepada anaknya maka ia pun menghadirkan ayah sang anak dengan menyalakan api pada lampu teplok itu. Dan hadirlah sang ayah yang ditunggu-tunggu. Ibunya bercakap-cakap dengan ayahnya dalam lagu penuh duka derita dengan lirik penantian yang tidak kunjung habis. Sewaktu dia duduk, sang suami pun duduk, pada saat ia tidur, sang suami pun tidur. Lemas seketika seluruh badannya dan bagaikan disambar petir di siang bolong. Ia baru sadar seketika bahwa yang dimaksud ayah oleh anaknya adalah bayangan dari ibunya yang ditimbulkan oleh lampu teplok ini.


Mari kita ambil hikmah dan pesan yang ingin disampaikan dari cerita diatas, persepi yang dilengkapi dengan ego dan keras kepala sebagai ladang yang sangat subur untuk tumbuhnya penderitaan. Tidak semua orang mendapat kesempatan untuk memutar balik film kehidupan yang telah dilaluinya. Berhati-hatilah dengan persepsi anda.


Bahagia dan Sukses Selalu,

herusuhermanlim@yahoo.com

Selasa, 20 Oktober 2009

Shanghai, the city of light



Liburan lebaran 2009 kemarin, saya dan keluarga mempunyai kesempatan baik mengunjungi China, walaupun beli tiketnya sudah dari jauh-jauh hari, biasalah untuk mendapat harga seat semurah mungkin, hehehe. Kita memilih mendarat di shanghai setelah transit di Kuala Lumpur dan pulang dari Guilin. Awalnya sih biasa-biasa aja, karena merasa waktu masih lama sehingga tidak terlalu pusing pikirin rute tournya, begitu dapat tiket murah, langsung sikat, khan ingat ajaran “speed is power” hehehe. Begitu dekat dengan lebaran, ketegangan dan stress mulai terasa. Ternyata tidak semudah yang dipikirkan, awalnya rute kita adalah mendarat di Shanghai kemudian mengunjungi Beijing untuk melihat kebesaran Great Wall lambang negara tirai bambu. Setelah itu barulah turun ke Guilin sebelum pulang ke tanah air melalui Kuala Lumpur. Ternyata setelah meminta teman-temen untuk menghitung biaya perjalanan lokal beserta segala akomodasinya, eh kok harganya sama aja dengan kita ikut tour dari Jakarta. Weleh weleh, mau murah kok malah jadinya sama biayanya plus repot lagi. Hehehe. Akhirnya kita diselamatkan oleh sahabat baik istri yang kebetulan sedang jalan-jalan di Shanghai juga. Memang berkah sering hadir tanpa diketahui. Akhirnya kita mengikuti jejak sahabat tersebut yaitu berkunjung ke Jui Zhai Gou. Pucuk di cinta, nasi ulam tiba, eh maksudnya ulam tiba, hehehe. (Nulisnya sambil nunggu makanan neh jadi munculnya nasi ulam.) akhirnya kita pun sepakat berangkat ke Jiu Zhai Gou yang sangat indah dan menawan. Cerita Jiu Zhai Gou akan dibahas dengan tulisan yang berdiri sendiri.

Kembali ke Shanghai,
Kita mendarat di Shanghai pagi hari, karena terbang dari Kuala Lumpur sekitar jam 1 pagi, enak juga sih, begitu nyampe Shanghai matahari sudah muncul seiring dengan cerahnya langit. Kita langsung mengcharter taxi untuk segera meninggalkan bandara Pu Tong menuju ke hotel yang letaknya di tengah kota dan tidak jauh dari Nanjing Road, surga idaman para wanita. Anda sudah tahu khan tempat apa itu, hehehe. Setelah menerima kebaikan hati dari petugas hotel, karena dikasih check in di kamar lebih cepat dari seharusnya. Kita pun jalan kaki menuju Nanjing Road, disana banyak toko-toko yang menjual barang-barang dari yang branded sampai yang biasa aja, saya ga tau itu beneran branded atau bajakan, dimaklumi aja yah. Kita sempat makan makanan kecil disana, bakpaunya enak banget harganya juga murah, ada juga seperti sate dan lain-lain, berdiri saja di pinggir jalan sambil makan. Abis itu baru makan siang di sebuah restoran yang katanya terkenal dengan “xiao long bao” (bakpao kecil yang isinya daging dan ada kaldu di dalamnya). Tapi jujur aja neh, kurang enak sich, hehehe, may be kurang cocok ama orang Indo.

Sehabis mengisi perut, kita mengunjungi kuil Jade Buddha temple dengan taksi, sebuah kuil yang indah yang sangat terkenal dengan patung Buddha yang terbuat dari Jade (Batu Giok). Selain Jade Buddha, disini juga terdapat cukup banyak patung Buddha, Bodhisatwa dan para Dewa pelindung dunia. Saya mengamati bahwa orang China mempunyai budaya bersembahyang yang agak berbeda dengan di Indonesia. Mereka menggunakan hio yang cukup besar dan banyak. Setelah memanjatkan doa, mereka melempar ke dalam tungku yang sedang terbakar dan membiarkan hionya terbakar. Buat informasi aja ya, di China masuk wihara harus bayar lho.

Setelah sembahyang di Jade Buddha temple, kita mengunjungi Yu Yuan Garden (saya tidak tahu artinya). Kalau tidak salah artinya adalah Taman milik orang bermarga Yu. Tempat ini dulunya adalah rumah dari seorang konglomerat yang hidup pada jamannya. Walaupun sudah sangat tua, tetapi keindahan dan kemewahan rumah ini masih tetap memancar. Setelah memasuki halaman rumah, terdapat semacam gapura. Sebenarnya bukan gapura yang seperti kita lihat di Indonesia, tetapi lebih seperti yang sering kita lihat dalam film silat, sebuah tembok pembatas dengan lubang ditengahnya untuk dilewati. Di atas gapura itu terdapat 2 ekor naga hitam, saya dan keluarga nebeng denger penjelasan dari tour guide rombongan lain bahwa 2 ekor naga itu sangat unik karena hanya memiliki 3 cakar pada setiap kakinya, pada umumnya naga memiliki 5 cakar. Mengapa demikian? Menurut beliau, pada jaman dulu, yang boleh menggunakan naga hanyalah kaisar China. Sehingga dibuatlah naga dengan 3 cakar supaya tidak sama dengan naga yang dipunyai oleh kaisar China. Menarik juga yah. Di rumah ini banyak batu-batu indah dan bentuknya antik. Penataan ruangan dengan pohon-pohon maupun kolam sangat pas, serasa waktu berhenti jika duduk di taman ini. Pokoknya top abis deh rumah ini, dan wajib dikunjungi.

Tidak berasa matahari sudah selesai bertugas di China dan mendapat jadwal untuk bertugas di wilayah barat Bumi. Kita pun keluar dari Yu Yuan Garden itu dan menyusuri sepanjang jalan yang sangat ramai oleh penjual sovenir-sovenir. Banyak sekali, sovenir berupa baju, hiasan, gantungan kunci dan masih banyak hal lagi, semuanya indah-indah, kita membeli beberapa gantungan kunci panda disana, eh sahabat, ingat nawar yah, harganya bisa setengah tuh. Terakhir kita melihat kok ada antrian yang sangat panjang disalah satu sudut gang, tertarik ingin tahu, kita juga mendatanginya untuk melihat ada apa gerangan. Ternyata semuanya sedang mengantri xiao long bao. Konon kabarnya Restoran bintang lima Nan Xiang yang ada di Indonesia merupakan cabang dari tempat ini. Ramainya luar biasa, saya pun bagi tugas dengan istri, saya bertugas mencari tempat duduk di restoran dan istri ikut mengantri. Apa mau dikata, saya keliling-keliling restoran tersebut untuk mencari tempat duduk tetapi hasilnya nihil. Setelah berjuang dengan kesabaran, akhirnya kita mendapat juga xiao long bao legendaris ini dan makan di pendopo di pinggir danau dengan latar belakang 2 bangunan tertinggi di Shanghai, Gedung Jing Mao dan Oriental Pearl Tower (Dong fang Ming zhu ta)

Setelah mandi di hotel, kita berjalan lagi ke Nanjing Road dengan tujuan ke Pearl Tower menggunakan MRT. Sempat bertanya-tanya dengan orang yang ada disana bagaimana naik MRT dari mana, akhirnya ketemu juga MRT yang menuju ke Pearl Tower. Suasana Nanjing Road pada malam hari sangat berbeda dengan siang hari. Sangat menakjubkan. Lampu terang benderang membanjiri sepanjang jalan itu. Ternyata slogan : Shanghai, City of light of Asia ga salah juga, kita tahu kalau julukan The City of Light dipegang oleh Kota Paris. Paris dengan menara Eifellnya, di Shanghai juga tidak kalah dengan Pearl Towernya yang lebih tinggi dibanding dengan Eifell. Oriental Pearl Tower merupakan bangunan tertinggi ke 3 di dunia. Yang tertinggi adalah CN Tower di Toronto, Kanada sedangkan yang kedua adalah Ostankino Tower di Moscow. Saya jadi ingat dengan tugu kebanggaan di Indonesia yaitu Monumen Nasional setinggi 132 meter yang tidak tahu menduduki urutan ke berapa di dunia. Semoga suatu hari, Indonesia mempunyai bangunan yang dapat dibanggakan di dunia internasional.

Pearl Tower setinggi 468 meter terdiri dari 3 bagian. Bagian paling bawah, bagian kedua adalah bagian bowl (buletan) pertama dan bagian ketiga adalah bowl (buletan) kedua. Bagian paling bawah ini terdapat museum luas sekali yang mayoritas dipenuhi oleh patung lilin yang juga tidak kalah dengan yang ada di museum lilin legendaris di London yaitu Madame Tussads. Museum membawa kita kembali ke masa shanghai kuno lengkap dengan budaya dan profesi-profesi warga masyarakatnya.

Naik ke bowl pertama, saya tidak ingat persis berapa tingginya, yang pasti 200an meter, terdapat banyak jendela pengamatan, indah sekali. Disana terlihat old shanghai, atau yang dikenal dengan shanghai than (shanghai bund). Dimana bangunannya masih dalam model klasik. Dihiasi lampu yang luar biasa indahnya. Turun menggunakan tangga dimana terdapat ruangan outdoor yang lantainya dibuat dari kaca, sehingga dapat melihat langsung ke bawah. Saya tidak berani berdiri disitu sehingga tidak bisa bercerita banyak. Saat ini, saat mengetik tulisan ini, membayangkannya kembali saja sudah membuat tangan saya dingin. Hehehe
Bowl ke dua, ruangan paling tinggi, katanya terdapat restoran diatas, tetapi kita tidak naik keatas karena biayanya cukup mahal. So ceritanya sampai disini saja.

Rabu, 29 April 2009

Pencerahan di Pinggir Jalan


Belakangan ini saya sering naik motor kemana-mana. Ternyata naik motor di Jakarta yang penuh hiruk-pikuk dan sangat padat luar biasa ini membawa sensasi tersendiri. Sebenarnya sudah cukup lama saya tidak mengedarai motor tetapi yah itu, sejak membeli motor dari sahabat dekat, saya jadi sering naik motor. Awalnya memang agak menggelikan tepatnya menakutkan, gimana tidak, membayangkan para pengendara motor di jaman sekarang ini sepertinya mempunyai nyawa serap. Selip sana potong sini naik trotoar lawan arah, benar-benar luar biasa seperti sedang menyaksikan akrobat yang pentas di jalanan Metropolitan ini. Mungkin begitulah kehidupan di dunia persilatan permotoran. Kayaknya ada slogan aneh seperti ”jika tidak menyalip yah disalip, jika tidak menabrak yah ditabrak” katanya itu hukum rimba di jalan. Ga ngerti deh, hehehe

Naik motor di jakarta harus menggunakan peralatan tempur yang lengkap untuk memasuki medan pertempuran jalanan Jakarta ini, menggunakan helm tutup plus kaca raybennya, pakai tutup mulut, panas-panas harus pakai jaket pula. Tetapi saya melihat ada lagi yang peralatannya lebih lengkap, ada yang pakai sarung tangan, pelindung dada yang dimana untuk memulai suatu perjalanan membutuhkan waktu tidak kurang dari 5 menit untuk mengenakan semuanya. Tukang parkir bisa bete menunggunya demi mendapat seribu rupiah.

Begitu banyak pemandangan yang bisa ditangkap pada saat naik motor dibandingkan pada saat bawa mobil. Banyak hal-hal kecil yang selama ini luput dapat tidak menjadi perhatian dan baru sadar ternyata banyak tempat-tempat makan yang layak dikunjungi.

Suatu ketika, Pada saat sedang berjalan dengan kecepatan cukup tinggi eh tiba-tiba ada sebuah motor motong jalanan dan berhenti dengan posisi melintang ditengah jalan seperti menantang untuk ditabrak. Tidak dapat di hindari lagi akhirnya terjadilah benturan yang cukup keras. Sama-sama jatuh. Untunglah warga sekitar segera memberikan pertolongan kepada kami, sudah tabrakan masih untung yach. Akhirnya jalan damai dipilih untuk mempercepat penyelesaian masalah.

Ternyata banyak pengalaman pengalaman yang didapat di jalanan, yah seperti yang sudah saya ceritakan diatas, panas kepanasan, hujan kebasahan, yang lucu-lucu, yang pakai tabrakan segala, tetapi sepertinya semua hal itu tidak terlalu penting. Ada sesuatu hal yang sangat unik dan sampai tulisan ini dibuat, saya masih terbayang-bayang akan pertemuan saya dengan bapak ini. Tepatnya di lampu merah Grogol. Pada saat itu saya sedang menuju ke daerah sekitar Indosiar di daan mogot dari kantor saya di Jelambar. Saya melewati jalan Latumenten dan akhirnya terjebak di lampu merah. Dengan sabarnya saya menunggu sampai lampu itu hijau kembali. Pada saat menunggu, saya melihat seorang bapak yang saya tidak ingat persis berbaju warna apa dengan tas yang menggantung di lehernya untuk menyangah koran-koran yang dijajakannya. Yah, bapak ini adalah penjaja koran. Sepintas tidak ada bedanya bapak ini dengan penjaja koran yang lainnya. Tetapi bapak ini berbeda. Bapak ini hanya mempunyai satu tangan tepatnya hanya tangan kiri. Saya melihat dari kejauhan, beliau selalu menawarkan korannya dengan selalu tersenyum manis, tidak peduli yang ditawarkan membeli atau tidak. Entah mengapa saya bisa merasakan ketulusan dari senyumannya. Saya juga bisa merasakan adanya kebahagiaan di balik senyumnya. Saya kagum dengan bapak itu, ditengah kesulitan yang menderanya (mungkin lho) beliau masih dapat tersenyum dengan begitu tulus. Saya jadi berandai-andai, mungkin bapak ini merupakan jelmaan dari para dewa/dewi atau malaikat yang ingin mengetest kebaikan hati para umatnya atau putra mahkota konglomerat yang sedang menyamar untuk mencari istri atau bisa juga seorang pangeran yang sedang dikutuk dan harus menemukan orang yang tulus mencintainya sehingga dapat kembali ke wujud semula yang gagah perkasa. Andaikan juga pada saat itu, saya adalah Andy F Noya, maka saya akan memutuskan untuk mengajak bapak penjaja koran ini untuk shooting satu episode dalam acara Kick Andy di Metro TV.

Semangat bapak ini benar-benar luar biasa, saya sangat salut dengannya. Dimana sebagian orang merasa dengan kecacatan maka ia layak dikasihani dan tidak perlu bekerja keras lagi dibawah terik matahari. Karena hanya mempunyai satu lengan maka ia hanya perlu menjulurkan tangan kirinya untuk meminta belas kasih tetapi bapak penjaja koran ini tidak. Ia tetap menjajakan korannya dengan penuh semangat plus senyumannya. Mungkin ia sudah mengikuti seminar guru saya, pak Andrie Wongso dengan ”Success is my right”nya atau belajar dengan sahabat saya, mr Ponijan Liaw yang sering mengajarkan ”If you cannot smile, don’t open a shop”. Walaupun semua dari kita tahu berapa sih keuntungan dari menjajakan koran, kalah hasilnya jika dibandingkan dengan meminta-minta dengan fisik yang begitu sempurna, hanya bermodal gitar dengan permainan yang tidak jelas dan tidak memenuhi standar membunyikan senar gitar atau dengan beberapa tutup botol yang dipaku di sebuah kayu untuk dijadikan kecrekan dengan nyanyian yang lebih cenderung gumanan atau kumur-kumur.

Setelah merenung beberapa hari, saya mendapatkan pencerahan atas penglihatan saya tempo hari itu. Saya menemukan beberapa jawaban dari kasus itu diantaranya adalah ”Seringkali kita lupa bersyukur atas apa yang kita miliki”. Seringkali kita merindukan orang yang nun jauh disana tetapi melupakan orang yang ada disamping kita. Memimpikan membeli barang-barang yang masih terpajang di etalase Mall mewah tetapi lupa merawat kepunyaan kita yang sudah pasti telah terdata dalam daftar inventaris di SPT. Kita merasa termiskin di dunia walaupun badan jasmani masih lengkap dan sempurna. Saya menemukan bahwa ternyata bersyukur mempunyai korelasi atau ikatan yang sangat kuat dengan munculnya kebahagiaan. Bersyukur jangan diartikan dengan pasrah atau nrimo. Kita wajib berjuang dengan penuh determinasi, penuh antusiasme tetapi juga harus ingat untuk selalu bersyukur. Pada saat kita bersyukur, pada saat itulah kebahagiaan hadir disekeliling kita tanpa perlu diundang.

Salut saya untuk bapak penjaja koran berlengan satu. Luar biasa.

Semoga bapak dan keluarga selalu dikarunia kesehatan, kekuatan dan kebahagiaan.

Tetaplah tersenyum.

Walau hidup kadang tak adil tetapi kebahagiaan milik orang yang dapat tersenyum.

Heru Suherman Lim

Rabu, 11 Februari 2009

Untung menara ini ditahan oleh istriku













Oiiiii Helppppp......
Menaranya hampir rubuh.

Segera dengan cekatan, istriku menahan menara ini sehingga tidak sempat runtuh. hehehe.

Dear all,
Tentunya tulisan diatas hanya sebuah jokes saja, semua tragedi yang menggemparkan itu hanya terjadi dalam imaginasi saya ketika hendak mengambil foto dalam posisi itu. Istriku seolah-olah sedang berusaha menahan menara yang sangat terkenal seantero jagat itu supaya tidak rubuh.

Hampir dari semua kami yang baru pertama kali datang ke tempat ini mengeluarkan statement yang sama dengan nada kecewa ketika melihat menara Pisa yang maha terkenal ini. "Kok, cuman segini yah" hehehe. Tour Leader kami, brother Johan yang selalu setia mendampingi juga mengatakan "anda-anda bukan orang pertama yang mengatakan hal itu".

Ternyata bukan hanya dalam bayangan saya saja bahwa menara Pisa ini adalah sebuah banguan menara yang sangat tinggi dan menjulang langit tetapi harus kecewa dengan penampilan sederhananya yang memang agak miring. Di tempat ini, saya mendapat sebuah pelajaran lagi yaitu "Kekurangan tidak selalu akan menghancurkan". Awalnya pasti akan menjadi sebuah kegagalan besar bagi seorang arsitek, sipil dan kontraktor jika menghasilkan sebuah menara mewah tetapi miring. Tapi fakta berbicara lain ternyata karena miringnyalah menara Pisa ini menjadi sangat terkenal terlepas dari segala macam percobaan yang pernah dilakukan oleh Leonardo Da Vinci di menara ini. Dalam kehidupan ini, pastilah suatu saat, kita merasa ada sesuatu yang dirasakan agak miring dalam diri kita. Janganlah menyesali terlalu berlebihan dan marilah kita lihat dengan kacamata positif, mana tahu kemiringan itu justru malah menjadi added value bagi kita. Coba bayangkan kalo Menara Pisa tidak miring, may be tidak akan menarik dan tidak akan menjadi tujuan bagi turis manca negara untuk datang dan hanya melihat sebuah menara gagal. Smile. Bahagia & Sukses Selalu.

Bayon Temple - Cambodia


28 September 2008, adalah hari kedua di Siam Reap, sebuah kota indah nan damai di Kamboja. Pagi hari ini, kami berkunjung ke sebuah situs yang sangat mengagumkan yaitu Rata PenuhBayon Temple yang dibangun oleh raja Jayavarman VII. Butuh waktu yang cukup lama untuk merampungkan bangunan tersebut yaitu kurang lebih 38 tahun mulai dari tahun 1181 sampai dengan tahun 1219. Tetapi kerja keras itu tidaklah sia-sia karena pada saat memasuki gerbangnya saja, kami sudah terkagum-kagum dengan kehalusan hasil karya purba itu yang berbentuk patung dengan 4 muka yang menghadap ke 4 penjuru mata angin. Guide kami, orang pribumi kelahiran Phnompenh mengatakan kepada kami bahwa total terdapat 54 tugu patung dengan bentuk yang sama dengan total muka sebanyak 216 wajah senyum dari Avalokitesvara. ada juga yang mengatakannya Prajna Paramita. Ga ngerti juga mana yang benar, hehehe. Kami banyak bertemu dengan wisatawan Korea yang katanya merupakan wisatawan dengan jumlah terbanyak yang mengunjungi Kamboja. Kami berfoto di sebuah patung yang mempunyai senyum terindah dan termanis dari sekian banyaknya patung. Untuk sampai ke patung dengan senyum terindah ini dibutuhkan energi lebih untuk mendaki tangga karena bangunan Bayon Temple ini cukup tinggi. Di keempat sisi dibagian bawah juga terdapat patung Buddha yang banyak sekali terlihat hio-hio yang ditancapkan pada hiolo, pelita beserta persembahan-persembahan lainnya.

Walaupun secara keseluruhan, patung-patung yang ada disana seperti kurang perawatan, bagaimanapun juga tetap saja saya sangat kagum akan semangat dan potensi orang-orang jaman dahulu yang dimana belum terdapat teknologi modern yang super canggih tetapi dapat menghasilkan sebuah maha karya yang begitu luar biasa. Saluttt

Mantra Bodhisatwa Tara

Bodhisatwa Tara  "om tare tuttare ture soha" Bodhisatwa Tara, yang pada mulanya berasal dari air mata yang diteteskan oleh Bodh...