Rabu, 29 April 2009

Pencerahan di Pinggir Jalan


Belakangan ini saya sering naik motor kemana-mana. Ternyata naik motor di Jakarta yang penuh hiruk-pikuk dan sangat padat luar biasa ini membawa sensasi tersendiri. Sebenarnya sudah cukup lama saya tidak mengedarai motor tetapi yah itu, sejak membeli motor dari sahabat dekat, saya jadi sering naik motor. Awalnya memang agak menggelikan tepatnya menakutkan, gimana tidak, membayangkan para pengendara motor di jaman sekarang ini sepertinya mempunyai nyawa serap. Selip sana potong sini naik trotoar lawan arah, benar-benar luar biasa seperti sedang menyaksikan akrobat yang pentas di jalanan Metropolitan ini. Mungkin begitulah kehidupan di dunia persilatan permotoran. Kayaknya ada slogan aneh seperti ”jika tidak menyalip yah disalip, jika tidak menabrak yah ditabrak” katanya itu hukum rimba di jalan. Ga ngerti deh, hehehe

Naik motor di jakarta harus menggunakan peralatan tempur yang lengkap untuk memasuki medan pertempuran jalanan Jakarta ini, menggunakan helm tutup plus kaca raybennya, pakai tutup mulut, panas-panas harus pakai jaket pula. Tetapi saya melihat ada lagi yang peralatannya lebih lengkap, ada yang pakai sarung tangan, pelindung dada yang dimana untuk memulai suatu perjalanan membutuhkan waktu tidak kurang dari 5 menit untuk mengenakan semuanya. Tukang parkir bisa bete menunggunya demi mendapat seribu rupiah.

Begitu banyak pemandangan yang bisa ditangkap pada saat naik motor dibandingkan pada saat bawa mobil. Banyak hal-hal kecil yang selama ini luput dapat tidak menjadi perhatian dan baru sadar ternyata banyak tempat-tempat makan yang layak dikunjungi.

Suatu ketika, Pada saat sedang berjalan dengan kecepatan cukup tinggi eh tiba-tiba ada sebuah motor motong jalanan dan berhenti dengan posisi melintang ditengah jalan seperti menantang untuk ditabrak. Tidak dapat di hindari lagi akhirnya terjadilah benturan yang cukup keras. Sama-sama jatuh. Untunglah warga sekitar segera memberikan pertolongan kepada kami, sudah tabrakan masih untung yach. Akhirnya jalan damai dipilih untuk mempercepat penyelesaian masalah.

Ternyata banyak pengalaman pengalaman yang didapat di jalanan, yah seperti yang sudah saya ceritakan diatas, panas kepanasan, hujan kebasahan, yang lucu-lucu, yang pakai tabrakan segala, tetapi sepertinya semua hal itu tidak terlalu penting. Ada sesuatu hal yang sangat unik dan sampai tulisan ini dibuat, saya masih terbayang-bayang akan pertemuan saya dengan bapak ini. Tepatnya di lampu merah Grogol. Pada saat itu saya sedang menuju ke daerah sekitar Indosiar di daan mogot dari kantor saya di Jelambar. Saya melewati jalan Latumenten dan akhirnya terjebak di lampu merah. Dengan sabarnya saya menunggu sampai lampu itu hijau kembali. Pada saat menunggu, saya melihat seorang bapak yang saya tidak ingat persis berbaju warna apa dengan tas yang menggantung di lehernya untuk menyangah koran-koran yang dijajakannya. Yah, bapak ini adalah penjaja koran. Sepintas tidak ada bedanya bapak ini dengan penjaja koran yang lainnya. Tetapi bapak ini berbeda. Bapak ini hanya mempunyai satu tangan tepatnya hanya tangan kiri. Saya melihat dari kejauhan, beliau selalu menawarkan korannya dengan selalu tersenyum manis, tidak peduli yang ditawarkan membeli atau tidak. Entah mengapa saya bisa merasakan ketulusan dari senyumannya. Saya juga bisa merasakan adanya kebahagiaan di balik senyumnya. Saya kagum dengan bapak itu, ditengah kesulitan yang menderanya (mungkin lho) beliau masih dapat tersenyum dengan begitu tulus. Saya jadi berandai-andai, mungkin bapak ini merupakan jelmaan dari para dewa/dewi atau malaikat yang ingin mengetest kebaikan hati para umatnya atau putra mahkota konglomerat yang sedang menyamar untuk mencari istri atau bisa juga seorang pangeran yang sedang dikutuk dan harus menemukan orang yang tulus mencintainya sehingga dapat kembali ke wujud semula yang gagah perkasa. Andaikan juga pada saat itu, saya adalah Andy F Noya, maka saya akan memutuskan untuk mengajak bapak penjaja koran ini untuk shooting satu episode dalam acara Kick Andy di Metro TV.

Semangat bapak ini benar-benar luar biasa, saya sangat salut dengannya. Dimana sebagian orang merasa dengan kecacatan maka ia layak dikasihani dan tidak perlu bekerja keras lagi dibawah terik matahari. Karena hanya mempunyai satu lengan maka ia hanya perlu menjulurkan tangan kirinya untuk meminta belas kasih tetapi bapak penjaja koran ini tidak. Ia tetap menjajakan korannya dengan penuh semangat plus senyumannya. Mungkin ia sudah mengikuti seminar guru saya, pak Andrie Wongso dengan ”Success is my right”nya atau belajar dengan sahabat saya, mr Ponijan Liaw yang sering mengajarkan ”If you cannot smile, don’t open a shop”. Walaupun semua dari kita tahu berapa sih keuntungan dari menjajakan koran, kalah hasilnya jika dibandingkan dengan meminta-minta dengan fisik yang begitu sempurna, hanya bermodal gitar dengan permainan yang tidak jelas dan tidak memenuhi standar membunyikan senar gitar atau dengan beberapa tutup botol yang dipaku di sebuah kayu untuk dijadikan kecrekan dengan nyanyian yang lebih cenderung gumanan atau kumur-kumur.

Setelah merenung beberapa hari, saya mendapatkan pencerahan atas penglihatan saya tempo hari itu. Saya menemukan beberapa jawaban dari kasus itu diantaranya adalah ”Seringkali kita lupa bersyukur atas apa yang kita miliki”. Seringkali kita merindukan orang yang nun jauh disana tetapi melupakan orang yang ada disamping kita. Memimpikan membeli barang-barang yang masih terpajang di etalase Mall mewah tetapi lupa merawat kepunyaan kita yang sudah pasti telah terdata dalam daftar inventaris di SPT. Kita merasa termiskin di dunia walaupun badan jasmani masih lengkap dan sempurna. Saya menemukan bahwa ternyata bersyukur mempunyai korelasi atau ikatan yang sangat kuat dengan munculnya kebahagiaan. Bersyukur jangan diartikan dengan pasrah atau nrimo. Kita wajib berjuang dengan penuh determinasi, penuh antusiasme tetapi juga harus ingat untuk selalu bersyukur. Pada saat kita bersyukur, pada saat itulah kebahagiaan hadir disekeliling kita tanpa perlu diundang.

Salut saya untuk bapak penjaja koran berlengan satu. Luar biasa.

Semoga bapak dan keluarga selalu dikarunia kesehatan, kekuatan dan kebahagiaan.

Tetaplah tersenyum.

Walau hidup kadang tak adil tetapi kebahagiaan milik orang yang dapat tersenyum.

Heru Suherman Lim

Mantra Bodhisatwa Tara

Bodhisatwa Tara  "om tare tuttare ture soha" Bodhisatwa Tara, yang pada mulanya berasal dari air mata yang diteteskan oleh Bodh...