Kamis, 16 Desember 2010

Wastafelku mampet


Tiga hari yang lalu, pada saat menggosok gigi di pagi hari, saya menemukan bahwa ternyata air di wastafel tidak lancar sebagaimana mestinya. Air kumuran memerlukan waktu lebih lama dari biasanya untuk mengalir sampai wastafel itu kering. Tetapi karena pagi itu sepertinya tidak mengijinkan untuk melakukan tindakan untuk membuat wastafel itu berfungsi sebagaimana mestinya. Proyek penting itu pun terpaksa ditunda pengerjaannya walaupun dalam hati ada sedikit ganjalan. Singkat cerita, pada pagi hari berikutnya, saya mencoba mengorek-ngorek tempat persediaan bahan baku pembersih di dekat dapur untuk mencari obat anti mampet. Karena dalam ingatan, istri pernah membelinya. Korek sana, korek sini, ehh akhirnya ketemu, bahagianya luar biasa padahal hanya menemukan obat anti sumbat saja dan buru-buru menuju kamar mandi untuk melancarkan wastafel mampet itu. Setelah membaca cara pakai obat tersebut. Langsung saya mempraktekkannya. Menuangkan bubuk tersebut ke dalam lubang wastafel sebanyak 4-6 sendok makan. Siram dengan air kurang lebih 100ml. tunggu 15 menit, kemudian diguyur dengan air yang banyak. 15 menit yang biasanya sebentar ternyata lama juga jika ditungguin. Kok sepertinya 15 menit itu tak kunjung datang. Bagaikan menunggu berjam-jam. Pada saat ujian, kok 90 menit pun terasa sebentar saja. Akhirnya penderitaan karena menunggu terhenti juga. Waktu yang dinanti-nanti akhirnya tiba. Dengan semangat 45 dan penuh kebahagiaan, air deras pun disiram ke dalam wastafel, tetapi apa yang terjadi?? Air kok malah tergenang penuh di wastafel dan tidak bergerak turun sama sekali. Astagaaaaaaa…..

Saya langsung termenung di hadapan wastafel dan segera mengambil obat mampet itu untuk dibaca kembali apakah ada prosedur yang terlewatkan atau ada metode praktek yang salah? Terjadi malpraktek gitu. Ternyata semua prosedur dan metode sudah dijalankan dengan benar tetapi kok hasilnya tidak seperti yang dijanjikan atau diharapkan. Pasti ada yang salah, pikir saya tetapi apa yah yang salah? Karena di pagi hari tidak terlalu punya waktu banyak untuk berfilsafat dan merenung, akhirnya diputuskan dibiarin saja dulu lah.

Kemudian, pada siang hari di sela jam makan siang, saya iseng menelpon istri untuk mengabarkan berita tentang kegagalan ini. “Tau ga kalau wastafel kita sepertinya agak tersumbat”, tanya saya. Iya, sepertinya memang agak tersumbat katanya. wah, sekarang malah tersumbat total karena menggunakan obat anti mampet itu. Lanjut saya dengan agak loyo. Istri kaget dan berkata “lho, kok bisa, udah ikutin prosedurnya dengan benar lom??”. Jawabanku “sudah dong dan nanti sabtu atau minggu baru dibenerin aja deh”. Malam harinya, begitu sampai di rumah, yang pertama kali aku lihat adalah wastafel itu, ternyata airnya sudah kering. Karena masih penasaran dengan obat itu, saya mengambilnya lagi dan membaca dengan lebih seksama sebelum mencobanya lagi untuk wastafel itu. “Ulangi sekali lagi ah, mungkin tadi pagi memang ada yang salah” pikir saya dalam hati. Percobaan dilakukan lagi walaupun bukan oleh pakar khusus wastafel mampet. Kali ini, 15 menit yang menderita itu aku selingin dengan chatting di bbm dengan beberapa teman, eh tau tau sudah 20 menit. Nah, harus berhasil kali ini, tekadku. Ternyata pas diguyur dengan air, kondisinya tidak berubah. Tetap mampet. Yah sudah lah, dari pada stress gara-gara wastafel. Mending baca-baca buku saja sebelum tidur.

Keesokan paginya, kembali lagi, yang pertama kali disamperin juga adalah wastafel. Penasaran sih engga lagi sih, cuman agak kesel aja. Sekembali ke rumah setelah mengantar istri untuk menumpang mobil sahabatnya ke kantor. Coba sekali lagi deh, pikir saya. Kali ini dicoba dengan tidak mengharap dengan sangat bahwa harus berhasil karena sudah 2 kali gagal pada hari sebelumnya. Kali ini tanpa membaca petunjuk dan tidak menakar lagi tetapi langsung menuangkan butiran-butiran pada obat mampet itu ke dalam lubang wastafel. Tetapi menunggu selama 15 menit dengan harap-harap cemas. 15 menit penuh pengharapan berlalu dan mulailah menyiram air tetapi kali ini menyiramnya sedikit-sedikit. Eh, kok airnya langsung hilang. Siram kali, kali ini lebih banyak, turun lagi ke saluran dengan cepat. Lho, siram lagi dengan kapasitas yang lebih banyak, ternyata lancar. Horeeeeee, kali ini berhasil. Bahagianya sulit dilukiskan dengan kata-kata.

Aneh juga, mengapa kali ini berhasil yah? Terus terang, sampai tulisan ini dibuat, tidak ada logika yang sanggup menerangkan mengapa hal itu dapat terjadi. Setelah cara, metode dan prosedur yang sama digunakan tetapi hasilnya tidak memuaskan. Mengapa pagi ini, setelah diulangi untuk ketiga kalinya barulah berhasil?? Saya mencoba berpikir positif saja dan mencoba merenungkan apa pesan yang disampaikan oleh usaha mengatasi wastafel mampet ini. Kesimpulannya adalah “JANGAN CEPAT MENYERAH”. Sama juga dalam kehidupan kita, terkadang segala cara, metode dan prosedur yang diajarkan telah kita jalankan tetapi keberhasilan atau kesuksesan yang diharapkan tidak kunjung datang menghampiri. Yang abadi bertahan malah penderitaan dan kegagalan. Memang waktu yang membuat segala sesuatu terjadi. Tidak perlu kuatir berlebihan sahabatku. jika saat ini gagal bukan berarti anda tidak berhasil, anda cuman BELUM berhasil. Coba, coba dan coba lagi, siapa tahu wastafel penderitaan dan kegagalan akan lancar pada kali ketiga anda mencoba. Jangan berhenti sebelum mencoba.

Selamat mencoba sahabatku. This is a Happy Moment.

Heru Suherman Lim

Selasa, 20 Juli 2010

Pak Ogah dan Beruang

Pengalaman ini barusan terjadi pada pagi hari ini masih hangat sehangat roti yang dijual di bakery dengan motto “fresh from the oven”. So, saya mendapat sedikit inspirasi sehingga ijinkan untuk dishare melalui tulisan ini.

Sudah tidak asing lagi rasanya jika bertemu dengan pak Ogah di sepanjang perjalanan menuju kantor atau tempat tujuan lain. Belakangan ini, jalan utama menuju kantor sedang diadakan perbaikan sekaligus pelebaran jalan. Memang cukup mengganggu karena waktu tempuh menuju kantor menjadi bertambah. Sehingga akhirnya saya memilih menggunakan jalan alternatif menuju kantor yaitu melewati jalan yang lebih kecil dimana jika dua mobil berpapasan dan tidak saling mengalah maka tidak akan bisa melewatinya karena pas-pasan, yah begitu lah namanya juga jalan tikus. Sepanjang jalan tikus ini memang penuh dengan anak-anak masyarakat yang berlari di sana-sini, memang perlu lebih berhati-hati kalau tidak mau terjadi kecelakaan. Jalan tikus ini berkelok-kelok tetapi masih cukup mulus untuk dilewati. Jalan ini memotong jalan kampung sebelum menembus ke kompleks perumahan dimana kantor berada. Sebelum masuk ke kompleks perumahan, harus melewati rel kereta api. Aneh jika di tempat itu tidak ada pak Ogah, sudah beberapa hari saya lewat sana dan hanya memberikan tangan serta senyum sebagai ucapan terima kasih kepadanya. Sebenarnya ada tidaknya pak Ogah di sana pun tidaklah berdampak besar. Dengan kata lain, ada dia disitu pun tidak membantu apa-apa. Tetapi pagi ini, saya pikir tidak ada salahnya jika ikut berbagi kebahagiaan kepadanya walau pun hanya seratus perak. Yang penting tulus, pikirku lagi. Ketika saya berikan uang tadi dengan senyuman seakan mengucapkan terima kasih. Tetapi respon yang diterima sangat menggagetkan yaitu ia melempar uang yang diberikan ke atas mobil dengan sikap arogan. Sebenarnya saya cukup kesal, tetapi saya segera fokus kepada nafas dan berkata semoga ia berbahagia. Jangan sampai respon luar melukai hati kita.

Saya merasa kasihan sekali dengan pak Ogah itu, jika ia tidak menghargai hal-hal kecil, bagaimana mungkin bisa mendapatkan yang besar. Bukankah segala sesuatu di mulai dari yang kecil. Saya jadi ingat dengan sebuah cerita inspiratif tentang seekor beruang besar yang sedang menangkap ikan untuk dijadikan sarapan paginya. Dengan sabar dan tekun, Ia menggunakan cakarnya untuk mengibas-ngibaskan air sungai sampai mendapat ikan. Akhirnya kerja keras membawakan hasil, ia mendapatkan seekor ikan yang sangat kecil. Dengan penuh senyum, beruang besar siap-siap untuk memakan ikan super mini itu. Tetapi sebelum ikan mini itu masuk ke dalam mulut beruang besar. Ikan ini berkata kepada beruang. “Wahai beruang besar, Saya begitu kecil bahkan seluruh daging saya tidak cukup untuk menambal lubang gigimu. Mohon lepaskanlah saya. Kelak saya bertumbuh menjadi ikan besar, silakan makan saya”. Beruang besar merenung sejenak, kemudian ia berkata kepada ikan “Wahai ikan kecil, tahukah kamu mengapa badan saya besar begini”. Lanjutnya “karena saya tidak pernah melepaskan makanan sekecil apa pun” dan beruang besar segera memakan ikan mini itu.

Dua kisah yang sudah disampaikan diatas, tentang pak Ogah dan beruang besar. Inspirasi yang saya dapat pada hari ini adalah “Jangan memandang rendah apalagi menyia-nyiakan berkah atau rejeki yang sudah hadir di pangkuan, walau pun ukuran berkah itu belum sesuai dengan harapan atau permintaan”. Seratus rupiah memang kecil, tetapi jika dalam setiap menit satu mobil lewat maka ia akan mendapatkan minimal 5.000 rupiah. Pemberian yang besar adalah yang diberikan dengan tulus. Bagi saya pribadi, lebih baik mendapatkan 5.000 rupiah tetapi penuh dengan ketulusan daripada diberikan 10.000 rupiah ditambah bonus caci maki dan sumpah serapah.

Selasa, 08 Juni 2010

Niat Baik Saja Tidak Pernah Cukup

Satu bulan terakhir ini saya banyak mendapati kejadian-kejadian unik yang berhubungan dengan umat yang baik hati tapi rada aneh. Ceritanya tidak jauh dari keinginan luhur untuk berbuat lebih banyak kebaikan dan mengajak sahabat untuk ikutan menyiram pohon kebajikan supaya kelak dapat berbuah manis. Tetapi terkadang mereka tidaklah memperhatikan beberapa hal-hal kecil seperti apakah sahabat terkasihku ini memang sedang ada waktu untuk ikutan, apakah sahabatku ini sedang mengerjakan hal-hal yang menurutnya lebih diprioritaskan. Setelah membaca tulisan ini, semoga kita semua dapat lebih bijak dalam menyalurkan niat baik.

Kisah ini bermula sewaktu saya meng-YM sahabatku di pagi hari untuk mengajaknya Waisakan di Pantai Indah Kapuk. Ternyata sahabat saya tidak bisa ikut karena sedang menjaga cicinya yang sedang sakit cukup parah di Rumah Sakit. Oo, gakpapa, semoga cicimu cepat sembuh yah, kurang lebih begitu balasan saya di YM. Kemudian Ia bercerita bahwa tadi pagi juga ada salah seorang sahabatnya mengajaknya untuk Fangsen (melepas makhluk hidup ke habitatnya), sahabatku ini sudah menolaknya tetapi pengajak itu terus menerus merayunya untuk ikut. “ikut aja, khan fangsen paling dua jam, tinggalin dulu aja cicimu.” Terus terang agak kaget membaca kalimat itu.

Kisah kedua adalah sewaktu ada undangan dari sahabatku ini untuk membacakan paritta untuk cicinya bersama para Biku. Cukup menggembirakan, ternyata yang hadir cukup banyak. Tapi ada saja cerita menggelikan yaitu ada yang memberikan alasan tidak bisa hadir karena lagi "chiong" (pantangan). Saya pikir lebih bijak jika memberikan alasan lain. Bagaimana jika suatu hari, anda sangat membutuhkan bantuan dari para sahabat dan ternyata mereka sedang chiong juga.

Kisah ketiga, merupakan kelanjutan dari kisah kedua, setelah selesai membacakan paritta di rumah sahabat tadi, ada seorang dari kita yang mengatakan bahwa ada senior juga sedang sakit. Akhirnya para Biku dan kami sepakat untuk mengunjunginya dan tentu dengan melakukan konfirmasi melalui telpon terlebih dahulu untuk menanyakan kesediannya untuk dibesuk. Singkat cerita, kami pun tiba di rumahnya dan melakukan kebaktian singkat. Setelah selesai kebaktian penghiburan, kami pun kongko-kongko dengannya. Beliau bercerita bahwa ia sangat sulit tidur dan selalu ketakutan karena beberapa saat yang lalu, ada sahabat yang menjenguknya dan mempunyai niat baik berupa inisiatif untuk sekalian mengajak orang pinter. Orang pinter itu menscanning rumahnya dan mengatakan bahwa ternyata benar, anda sakit karena diganggu hantu, ada makhluk hitam besar di bagian tertentu rumah. Biku yang bijaksana segera menghiburnya dengan mengatakan ibu khan orang baik, tidak perlu kuatir akan hal-hal begituan, orang baik akan selalu dilindungi oleh para Buddha dan Bodhisatwa. Jadi jangan takut yah bu.

Setelah membaca kasus di atas, bagaimana pendapat anda?

Mereka yang mengajak fangsen dengan merayu untuk meninggalkan cicinya yang sedang sakit, yang sedang chiong dan yang membawa orang pinter ke rumah senior kami ini. Saya mempunyai keyakinan yang sangat besar bahwa sebenarnya mereka mempunyai niat yang sangat mulia.

Saya mendapat pelajaran dan hikmah yang sangat berharga yaitu “Niat baik saja tidak cukup” tetapi dibutuhkan kebijaksanaan untuk melihat lebih dalam lagi yaitu bagaimana menyampaikan niat baik tersebut, bagaimana kondisi orang yang ingin kita “tolong”. Tidaklah bijak mengatakan rumahnya berhantu pada saat pasien ingin beristirahat dengan tenang dan tanpa ketakutan (walau pun benar rumahnya berhantu). Masalah berdamai dengan hantu atau berunding dengan para makhluk halus itu dapat dilakukan setelah ia sembuh, sehat dan kuat kembali. Apakah meninggalkan kewajiban menjaga cici yang sedang sakit lebih pantas dibanding dengan fangsen? Bagaimana jika terjadi sesuatu yang fatal pada saat yang ditinggal? Dan apakah chiong harus begitu ditakuti sehingga menjadi penghalang berbuat kebajikan. Bukankah chiong adalah sebuah petanda dan alarm yang mengingatkan agar lebih banyak menanam benih kebajikan sehingga manisnya hasil kebajikan dapat menetralisir penderitaan yang timbul pada saat hal yang buruk terjadi.

Semoga tulisan ini dapat menjadi bahan renungan. Niat baik saja tidak akan pernah cukup. Niat tersebut harus disampaikan dengan cara yang tepat, waktu yang tepat dan orang yang tepat.

Heru Suherman Lim

Rabu, 26 Mei 2010

Waisak tiba lagi…..

Waktu bergulir begitu cepat. Tidak terasa, hari Waisak tiba lagi. Sepertinya baru beberapa hari yang lalu kita merayakan hari Waisak. Tahun lalu, saya bersama istri mengisi hari waisak dengan mengikuti Retreat yang dibimbing oleh sister Chan Kong di Sukabumi.

Detik-detik waisak saat itu dilewati dengan penuh kesadaran melalui perhatian akan keluar masuknya nafas. Dari sekian banyaknya waisak yang dilewati, saya sangat merindukan momen waisak tersebut. Dapat merasakan makna waisak sesungguhnya dan menjadikannya sebagai inspirasi untuk mengingat kembali keagungan dan keluhuran nilai-nilai ajaran Buddha untuk semakin dipraktikkan dalam kehidupan.

Waisak di tahun-tahun sebelumnya, lebih banyak diisi dengan euphoria kebanggaan akan kemenangan setelah melewati perseteruan sengit dengan pihak lain yang merasa berwenang menggunakan lokasi puja. Belum lagi kesibukan luar biasa yang timbul karena orang nomor satu di Indonesia akan hadir dalam perayaan Waisak. Ada juga perseteruan kecil di antara sesama sahabat yang sebenarnya mempunyai niat yang baik yaitu untuk suksesnya perayaan Waisak.

Waisak memang penuh dengan fenomena-fenomena yang menarik. Mengamati sebagian umat yang sangat serius bermeditasi pada saat detik waisak dengan memejamkan matanya dengan sekuat tenaga, ada juga yang sedang sibuk menawar barang dagangan yang dijajakan di luar kompleks, sebagian panitia bercucuran keringat melayani para umat yang terlambat tiba di tempat acara, ada yang marah-marah karena terganggu oleh yang lain. Ada yang berebutan untuk mendapatkan air berkah, ada juga yang berusaha mengambil sebanyak-banyaknya air tersebut dengan alasan akan dibawa pulang untuk dibagi kepada para kerabat. Dan masih banyak lagi hal-hal yang menggelikan.

Waisak memang sangat penting bagi umat Buddha, karena memperingati kelahiran dari seorang Pangeran yang kelak akan menjadi guru umat manusia dan para dewa. Yang kedua adalah menjadi sebuah momentum penting pada saat seorang petapa berhasil mencapai kesempurnaan agung, mengatasi segala bentuk kebencian, keserakahan dan ketidaktahuan. Point ketiga adalah parinirvana (Mangkat) Buddha di Kusinagara. Peristiwa agung itu terjadi pada saat bulan purnama di bulan Waisak.

Sudah sepantasnyalah, Waisak dijadikan sebuah momentum untuk membuat sebuah evaluasi diri. Apa saja yang sudah dikerjakan dari waisak lalu sampai dengan sekarang. Apakah ada kemajuan atau justru malah kemunduran? Apakah nilai kehidupan hari ini sudah lebih meningkat dibanding kemarin?. Selain evaluasi diri, jangan lupa untuk mengulang kembali tekad-tekad mulia yang bersemayam di dalam diri supaya lebih semangat lagi dalam berpikir akan kebajikan, berucap kata yang bermanfaat dan lebih responsif dalam bertindak untuk membantu mereka yang membutuhkan.

Sebarkanlah lebih banyak bibit cinta kasih dan kasih sayang sehingga tidak ada tempat bagi kebencian, keserakahan, kemurkaan untuk tumbuh. Ciptakan dunia yang jauh dari penderitaan, melainkan penuh dengan aroma cinta, bunga senyuman dan aluanan kebahagiaan.

Ijinkan saya berdoa untuk anda para sahabatku. Semoga kita dapat menjadi penerang dalam kegelapan, menjadi obat untuk yang sakit, menjadi air bagi yang haus, menjadi solusi untuk masalah. Semoga anda dan keluarga senantiasa sehat, bahagia dan sukses. Dan akhirnya semua semua makhluk hidup berbahagia.

Selamat hari Waisak, Sahabatku !!

Minggu, 25 April 2010

22 tahun yang lalu.....

Pagi hari ini, tergoda untuk menuangkan sedikit kenangan dalam tulisan. Bermula dari chating dengan sahabat lama yang benar-benar lama, hm... maybe kurang lebih 22 tahun sudah berlalu, wauu sebuah angka fantastis untuk sebuah persahabatan (dibaca ternyata udah tua juga yah ). Tidaklah heran karena kami mulai bersahabat sejak kelas I SMA.

Teknologi memang luar biasa, ia berhasil menjadi fasilitas untuk menghubungkan kembali jalinan yang terputus dan mengeratkan tali persahabatan yang mulai longgar. Tanpa disadari melalui facebook, saya berhasil menemukan kembali beberapa sahabat lama yang sudah lama nian tidak pernah berjumpa. Demikian pula melalui yahoo messenger saya bisa ngobrol dengan para sahabat dikala senggang.

Kembali ke chatting dengan sahabat lama saya pada malam itu, kita bercerita ngalor-ngidul sampai dengan sebuah pengalaman pada saat SMA yang benar-benar sudah saya lupakan. Sahabat saya ini luar biasa sekali rekaman memorinya, ia masih ingat secara persis apa saja yang terjadi pada saat itu. Ya, saat itu pastinya, kita masih culun-culunnya dan narsis-narisnya, hehehe. Biasalah efek dari pergantian celana pendek biru menjadi celana abu panjang. Setelah dipaksa berpikir mundur ke belakang oleh sahabatku ini dan saya juga ikutan memeras otak sedemikian rupa tetapi untungnya tidak sia-sia maka akhirnya bayangan itu kembali muncul walaupun samar-samar seperti tayangan kaset video yang hampir rusak. Saya berceletuk kepadanya bahwa ”gue kayak lagi ulangan tesis S2 neh, Yul”

Sadarkah kita bahwa setiap kali menengok ke belakang, seringkali kita sendiri merasa geli akan masa lalu tersebut. Dan muncul pertanyaan, ”kok bisa yah saya kayak gitu” dan ”saya ternyata melakukan perbuatan-perbuatan yang menggelikan”, hehehe.

Banyak kenangan indah maupun penderitaan pada masa lalu. Kala itu, hidup sepertinya tanpa beban, setiap hari dilalui dengan rajin pergi ke sekolah, bermain gitar sambil menyanyi dengan para teman, berkompetisi dalam pertandingan antar kelas, menjadi panitia dan pengisi acara di acara rutin sekolah, terkadang berlibur bersama dengan minum air kelapa batok di pantai maupun makan jagung di puncak, mendapat nasehat dari kepala sekolah yang lucu tapi bijak, dimana sampai hari ini kita bagaikan sahabat lama. Memang benar kata penyanyi lagu lawas yang memang sedang tenar pada saat kita SMA, bung Obbie Messakh dalam lirik lagunya :

Tiada masa paling indah, masa-masa di sekolah
Tiada kisah paling indah, kisah-kasih di sekolah.


Itulah sekelumit kenangan indah semasa SMA, tetapi sepertinya tidaklah lengkap keindahan hidup jika hanya dijamu dengan kenangan indah saja. Kenangan buruk sebenarnya juga banyak menghiasi lembaran kisah SMA. Kita sekelas pernah di strap (dihukum berdiri di siang bolong) karena ada temen iseng nyerocos ”Amin” secara lantang saat mengakhiri doa ketika upacara bendera. Sebenarnya dengan kata ”Amin” saja tidaklah akan membuat kita sekelas dihukum jika teman iseng itu tidak menambahkan embel-embel kata di belakang ”Amin” yang dia bunyikan ”Amin, bapak Alpin” hehehe.

Kebersamaan kita selama tiga tahun di SMA terasa seperti terbang, begitu cepatnya berlalu. Kebahagiaan dan penderitaan saling silih berganti, bagaikan siang berganti malam dan gelap malam juga hilang ketika mentari bersinar kembali pada esok harinya. Begitulah juga dengan perjalanan kehidupan yang tidak selalu bahagia melulu atau menderita abadi. Masa lalu memang penting tetapi tidaklah cukup penting untuk menghalangi jalan saat ini menuju masa depan. Biarlah kebahagiaan masa lalu sebagai kenangan dalam hati untuk menyegarkan dan selalu memotivasi kita untuk tetap berbahagia pada saat ini, esok dan hari-hari ke depan. Begitu juga, biarlah penderitaan atau kesalahan masa lalu menjadi pelajaran dan diambil hikmahnya supaya kita tidak lagi tersandung pada batu-batu yang sama dan mengulanginya di hari ini dan ke depannya.

Kepada seluruh sahabat lamaku, aku ingin engkau tahu bahwa aku sangat bersyukur dan berterima kasih atas segala sesuatu yang pernah kita lalui bersama baik pada masa-masa yang indah maupun masa-masa yang menyedihkan. Begitu juga harapan saya dengan anda.

Semoga semua berkah ada pada anda sahabatku.
Salam bahagia dan sukses selalu.

Selasa, 02 Februari 2010

Sekilas Kisah Lucu di pesta pernikahan sahabat Share

Hari Minggu lalu (31-01-10), saya hadir di resepsi pernikahan salah seorang sahabat, tentunya istri tidak ketinggalan. Adalah sebuah kebahagiaan tersendiri jika hadir dalam resepsi sahabat yang benar-benar sahabat, karena pasti akan bertemu dengan banyak sahabat yang juga hadir disana. Seringkali saya merasa bahwa resepsi pernikahan adalah ajang reuni untuk bertemu dengan para sahabat. Banyak hal yang bisa dilakukan, dimulai dari ngobrol rame-rame dari level sangat ringan berupa basa-basi sampai ke yang serius bahkan sangat serius. Sehingga tidak jarang, ada yang kecipratan bisnis baru akibat hadir dalam ajang reuni bin resepsi pernikahan itu.

Saya sendiri memang agak selektif dalam rangka menghadiri resepsi pernikahan, jika saya merasa kehadiran atau ketidakhadiran saya di tempat itu tidaklah membawa manfaat atau tidak ada dampaknya bagi pasangan yang menikah ataupun orang tua dari pasangan yang berbahagia itu, biasanya saya memilih untuk tidak hadir. Selain menghemat angpau, hehehe. Saya juga merasa makanan di kaki lima sering lebih ok dibanding makanan prasmanan pesta yang begitu-begitu saja yang terkadang membosankan.

Memang terkadang ada beberapa oknum yang benar-benar kebangetan dalam hal undang-mengundang (bahasanya aneh ya). Seringkali ketika sampai di kantor, ada undangan yang sudah tergeletak di meja kerja atau terkadang dititipkan ke teman-teman kantor tanpa jelas identitas. Begitu membaca undangan tersebut, nama ga dikenal, foto pun tidak ada. Sehingga saya harus berpikir keras bak filsuf bahkan sampai menerawang ke alam lain untuk memohon petunjuk, kira-kira undangan siapakah gerangan yang melangsungkan pesta kebahagiaan tersebut. Akhirnya saya menarik kesimpulan bahwa mungkin meja kerja saya yang diundang, jadi silakan saja, meja saya yang menghadiri undangan tersebut, hehehe.

Kembali ke pesta pernikahan sahabat saya yang baru minggu lalu di Prasadha Jinarakkhita tersebut. Ada sebuah peristiwa yang sangat menggelikan dimana saya juga sangat yakin, pembuat kelucuan itu tidak akan sadar akan kelucuan yang disebabkannya sampai ia membaca tulisan singkat ini. Seperti biasanya, dalam pesta pernikahan pastilah terdapat acara Mingles dimana pasangan yang berbahagia itu turun dari singgasananya untuk memberikan kesempatan kepada rakyat jelata memberikan ucapan selamat kepadanya. Saya langsung dihinggapi rasa bersalah, karena begitu tiba di tempat acara, saya lebih sibuk ngobrol dan bersapa ria dengan para sahabat daripada menyalami pasangan raja dan ratu sehari itu, juga terlalu sibuk meng-hunting pojok-pojok dimana makanan lezat bersembunyi. Saya pun buru-buru mendatangi sahabat tersebut dan menyalaminya. Saya mengucapkan selamat berbahagia kepadanya beserta istrinya. Di luar dugaan saya, pada saat kami bersalaman, ia mengatakan “Her, ini istri saya” kata-kata singkat itu langsung menyengat saya, apakah ia lupa, ini adalah pesta pernikahannya dan apakah ia lupa bahwa saat itu mereka sedang mengenakan pakaian kebesarannya. Atau benar-benar ia ingin memperkenalkan istrinya kepada saya pada saat itu. Kata Rick Price, Only heaven know……

Begitulah sebuah selipan cerita dan hiburan pada pesta pernikahan sahabat tersebut.
Saya tidak akan berdoa supaya tidak ada masalah hadir dalam kehidupan sahabatku (jahat yah) tetapi isi doa saya akan berbunyi sebagai berikut : Semoga anda berdua mempunyai kekuatan untuk dapat menghadapi segala masalah dan tantangan dalam mengarungi samudra kehidupan yang baru saja dikomitmenkan berdua baik di hadapan orang tua, para sahabat dan yang paling penting adalah di hadapan para Buddha dan Bodhisatwa.

Semoga semua berkah ada pada anda, sahabatku.

Selasa, 26 Januari 2010

Peduli


Sepertinya layaknya seorang manusia, tidak satupun yang bebas dari serangan penyakit, begitu juga dengan biku. Sama halnya pada saat Buddha masih membabarkan Dharma di dunia, terdapatlah seorang biku yang terserang penyakit disentri dan berbaring lemah ditempat yang telah dihamburi tinjanya sendiri.

Buddha dan Ananda menjenguk bhikkhu tersebut, seraya bertanya:

Buddha : Bhikkhu, apa yang terjadi padamu?

Biku sakit : Saya menderita disentri.

Buddha : Apa tidak ada yang merawatmu?

Biku sakit : Tidak ada, Bhante

Buddha : Kenapa para bhikkhu tidak merawatmu?

Biku sakit : Karena saya tak berguna lagi bagi mereka, Bhante

Lalu, Buddha berseru pada Ananda: "Pergi dan ambillah air. Kita akan memandikan biku ini."

Ananda mengambil air, sementara Buddha menuang air, Ananda mencuci seluruh badan biku itu. Dengan mengangkat kepala dan kakinya, Buddha dan Ananda membaringkannya kembali ke pembaringannya.


Kemudian, Buddha memanggil seluruh biku dan bertanya pada mereka:

Buddha : Mengapa, wahai para biku, engkau tidak merawat biku sakit itu?

Para Biku : Sebab sudah tidak berguna bagi kita, Yang Mulia.

Buddha : Kamu sekalian tidak mempunyai ayah dan ibu lagi yang akan merawatmu. Bila kamu sekalian tidak saling merawat, siapa yang akan melakukannya?


Buddha : "SIAPA YANG INGIN MERAWAT DAKU, HENDAKNYA MERAWAT PULA MEREKA YANG SAKIT"

Cerita singkat diatas sepertinya sudah sering sekali kita dengar, Buddha menyebut dirinya sendiri dengan sebutan Anuttaro Bhisako yang berarti "dokter yang baik". Bukan hanya rohani yang disembuhkan oleh Buddha dengan obat Dharma yang sangat mujarab tetapi Bhagawa juga adalah seorang dokter yang piawai dan perawat untuk mereka yang sakit secara fisik. Dalam sutra, dapat banyak ditemukan bahwa Bhagawa mengunjungi mereka yang sakit, merawatnya dan yang terpenting adalah menyembuhkan mereka.

Sering kali kita dalam kehidupan ini, jika seseorang diminta untuk merawat dan menjaga orang “penting” akan terdapat banyak sekali sukarelawan-sukarelawan yang bermunculan dan secara iklas untuk merawatnya. Tetapi bagaimana jika perawatan yang dimaksud adalah untuk orang yang tidak mampu dan tidak penting. Sangatlah susah untuk mencari sukarelawan dimaksud. Padahal Buddha sudah sangat sering memberikan contoh langsung untuk langsung turun tangan sendiri untuk mempraktekkan ajarannya bukan hanya sekedar teori yang indah dalam tataran konsep dan wacana.

Sahabatku yang berbahagia,

Memang mempraktekkan satu saja ajaran mulia jauh lebih baik dibandingkan dengan sekedar menghafal seluruh kitab. Memang tidak mudah untuk melaksanakan ajaran tetapi ijinkan saya untuk berbagi beberapa tips yang memudahkan yaitu :

1. Mulailah dari hal yang kecil

2. Mulailah dari diri sendiri

3. Mulailah sekarang juga

Segalanya harus dimulai dari yang kecil, dari diri sendiri dan saat ini juga. Sangatlah sulit untuk melakukan sesuatu hal yang besar seperti merawat orang sakit, membangun wihara, memberikan beasiswa kepada yang kurang mampu atau yang lainnya karena memang membutuhkan biaya dan perhatian yang besar juga, dimana tidak semua dari kita mempunyai kemampuan financial seperti itu. Tetapi semua itu janganlah menjadi alasan apalagi pembenaran bagi kita untuk tidak melakukan kebaikan. Jika kita mau lebih jeli sedikit, ternyata semua dari kita mempunyai harta karun seperti mempunyai hati yang mulia, pikiran yang positif, ucapan yang memotivasi, perbuatan yang baik dan juga senyuman yang menawan. Semua dari kita pasti punya kelima harta diatas. Bukankah demikian? Tinggal bagaimana kita membagikannya kepada yang lain. Kelima harta diatas dapat bermunculan untuk menghiasi dan mewarnai hidup jika dimulai dengan PEDULI. Dimulai dengan Peduli kepada diri sendiri, keluarga, lingkungan, organisasi dan meluas kepada yang membutuhkan. Memang, pada saat kita mulai peduli kepada yang lain, ada saja orang lain yang akan berbicara miring tetapi tetaplah peduli.

Sahabatku yang berbahagia,

Marilah kita mulai peduli kepada hal-hal yang kecil dan saat ini juga. Segera ulurkan tangan jika ada yang membutuhkan bantuan. Ringankan langkah untuk mengunjungi sahabat yang sedang kesusahan, siapkan shoulder to cry bagi yang mereka. Ada satu pepatah yang sangat menarik untuk menutup tulisan ini. “Mungkin orang akan lupa akan apa yang telah kita katakan, mungkin orang akan lupa apa yang telah kita lakukan, tetapi orang tidak akan lupa momentum saat ia menemukan bahwa hidupnya sangat berarti.”

Sahabatku, mari kita mulai Peduli

The most convenience public transportation system country

Melihat judulnya saja, saya yakin beberapa diantara kita sudah tahu negara mana yang dimaksud. Ya negara imut bin kecil, Singapura. Negara yang merdeka pada tahun 1965 yang menjadi kebanggaan dari Mr. Lee Kuan Yu dengan Merlion sebagai iconnya.

Akhir tahun 2009, tepatnya sehari sebelum hari natal, saya beserta istri mengadakan perjalanan ke Negara yang hanya setitik dalam peta yaitu Singapura. Sampai di tujuan masih sekitar jam 9 an waktu setempat. Sempat bingung waktu keluar dari pesawat, karena tidak banyak petunjuk dan akhirnya kita mengambil jalan ke kanan untuk keluar tetapi ternyata itu adalah jalan menuju ke terminal 1. sampai di tempat pengambilan bagasi. Yang ditunggu-tunggu tidak kunjung muncul, ternyata setelah ditanya-tanya, harusnya kita keluar dari terminal 2. ya sudah deh, terpaksa berjalan menuju ke terminal 2.

Begitu sampai di singapura, kita sudah merasakan kemudahan dan kenyamanan dalam menggunakan transportasi umum, dari terminal disediakan semacam van yang harganya sekitar S$ 9 per orang yang berangkat setiap setengah jam untuk mengantar tamu ke hotel di seluruh Singapura.

Kita menginap di Peninsula Hotel di daerah City Hall, lokasinya cukup strategis dan yang sangat menyenangkan adalah terminal City Hall yang merupakan terminal exchange berjarak 3 menit berjalan kaki.

Menurut saya, sistem transportasi umum di Negara ini adalah yang ternyaman dan sangat user friendly. Cukup membeli sebuah kartu di loket yang ada di terminal MRT. Namanya Ezlink. Kartu sakti yang dapat diisi ulang dan di refund selain dapat digunakan untuk membayar MRT juga dapat digunakan sebagai alat pembayaran bis. Ada 4 jalur MRT yang sangat membantu untuk menjelajahi negeri imut ini. Mudah membedakannya kok, dibagi menjadi 4 jalur utama dengan 4 warna juga yaitu merah, hijau, orange dan ungu. Seperti cerita diatas, terdapat beberapa exchange terminal. City Hall merupakan salah satunya exhange terminal merah dengan hijau. Misalkan jika dari City hall ingin mengunjungi Bugis Street yang sangat terkenal dengan jajanan pasarnya maka berhenti di terminal MRT Bugis dengan jurusan Pasir Ris (Warna Hijau). Jika ingin melihat kemilau Orchard yang terkenal seantero jagat, maka MRT Merah dengan Jurusan Jurong East yang mengantarkan ke MRT Orchard, jika ke daerah Gu Chia Cui ( air dari kereta lembu ) atau yang lebih terkenal dengan China Town menggunakan MRT warna Ungu. Begitu juga jika ingin ke pelabuhan internasional Singapura, Harbour Front.

Sebenarnya tidak ada yang terlalu menarik dari Singapura, sebenarnya kami juga sekedar transit disini untuk melanjutkan perjalanan ke Port Klang dan Phuket dengan menggunakan kapal pesiar mewah Royal Carribean International. Awalnya saya agak heran dan dalam hati selalu mempunyai banyak pertanyaan, mengapa banyak kapal pesiar itu bersandar di pelabuhan Singapura dan tidak bersandar di Pelabuhan Tanjung Priuk misalnya atau mengapa orang lebih memilih Singapura di banding Jakarta dan mengapa menjadi warga Singapura lebih dibanggakan dibandingkan sebagai WNI.

Seeing is believing, memang setelah beberapa hari di Singapura, pertanyaan saya semakin banyak terjawab. Kebetulan sekali sewaktu saya naik bis dalam kota menuju ke City Hall, saya bertemu dengan seorang bapak, mantan warga Indonesia kelahiran Medan yang telah tinggal di Singapura selama kurang lebih 30 tahun. Saya senang sekali karena bisa ngobrol dengan beliau apalagi beliau itu kelahiran Medan. Dari awalnya kita berkomunikasi dengan bahasa Inggris langsung switch menjadi bahasa Hokien. Beliau bertanya bagaimana kondisi Indonesia, kondisi Jakarta dan Medan. Saya mengatakan kepada beliau bahwa Indonesia sekarang sudah jauh lebih baik di bandingkan masa lalu. Dan sebelum saya turun bis, saya bertanya kepadanya : “Acek (paman) kapan main-main ke Indonesia” dia menjawab : “di Indonesia sudah tidak ada rumah dan kendaraan lagi sehingga akan susah jika mau kemana-mana. Tidak seperti disini (Sin) saya nyaman naik bis dan MRT kemana-mana”. Akhirnya kita berpisah dengan lambaian tangan ketika kami sudah berada di luar bis.

Percakapan singkat ini, menjadi salah satu jawaban atas kebingungan saya. Kemudahan transportasi di Singapura memang luar biasa. Bayangkan saja, terakhir kali saya ke singapura mungkin sekitar sepuluh tahun yang lalu. Banyak sekali perubahan yang luar biasa disana. Tetapi kami sebagai turis yang sangat asing akan negara ini saja sudah berani berkelana kemana-mana dengan menggunakan sarana transportasi umum. Di negara sendiri aja, belum tentu berani naik angkot ke Tanjung Priuk, sungguh menyedihkan

Perjalanan kali ini cukup beruntung karena tidak sengaja kita melihat poster tentang pameran relik yang di selenggarakan oleh salah satu organisasi Buddhis Singapura di Suntec City, mulai jam 9 pagi sampai dengan sore. Mampir sejenak ke Wealth Fountain, yang konon katanya merupakan tempat dengan Feng Sui terbaik. Setelah itu kita naik ke lantai 6, waduh, ternyata antrian sudah seperti ular, katanya mereka jam 8 sudah mulai antri. Luar biasa. Relik yang dipamerkan cukup banyak mulai dari yang halus sampai tulang-tulang yang cukup besar.

Beberapa hal yang agak menyebalkan di Singapura yaitu terdapat banyak orang yang cuek dan selalu menjawab tidak tahu, ada pengalaman menarik, pada saat kita agak bingung akan lokasi dimana kita berada, kemudian istri ingin bertanya kepada seorang wanita. Baru istri bilang excuse me, dia sudah menjawab tidak tahu. Benar-benar luar biasa, hehehe. Awalnya sih sebel juga yah, eh tetapi setelah dibegituin beberapa kali yah jadi terbiasa juga, hehehe. Begitu juga dengan penggunaan uang disana, sangat tidak nyaman, karena berasa murah tetapi sesungguhnya sangat mahal. Air mineral 1500 ml cuman S$ 2,5 tetapi jika di rupiahkan adalah 17.500 sudah bisa membeli beberapa botol air mineral di Indonesia.

Saya berpikir, pejabat terkait dan berwewenang Indonesia seharusnya berkunjung ke Singapura, bukan untuk mengagumi keindahan Singapura tetapi belajar bagaimana tata kota dan pengelolaan sistem transportasi umum itu untuk dapat diterapkan di Indonesia. Kayaknya ga ada salahnya dan tidak perlu malu kok belajar dari kelebihan orang lain. Saya bermimpi suatu hari di Indonesia juga memiliki kemudahan dan kenyamanan bertranportasi umum seperti di Singapura. Bagaimanapun juga, terlepas dari banyak kekurangannya, Indonesia masih sangat nyaman bagiku. I love you Indonesia.

Mantra Bodhisatwa Tara

Bodhisatwa Tara  "om tare tuttare ture soha" Bodhisatwa Tara, yang pada mulanya berasal dari air mata yang diteteskan oleh Bodh...