Selasa, 20 Juli 2010

Pak Ogah dan Beruang

Pengalaman ini barusan terjadi pada pagi hari ini masih hangat sehangat roti yang dijual di bakery dengan motto “fresh from the oven”. So, saya mendapat sedikit inspirasi sehingga ijinkan untuk dishare melalui tulisan ini.

Sudah tidak asing lagi rasanya jika bertemu dengan pak Ogah di sepanjang perjalanan menuju kantor atau tempat tujuan lain. Belakangan ini, jalan utama menuju kantor sedang diadakan perbaikan sekaligus pelebaran jalan. Memang cukup mengganggu karena waktu tempuh menuju kantor menjadi bertambah. Sehingga akhirnya saya memilih menggunakan jalan alternatif menuju kantor yaitu melewati jalan yang lebih kecil dimana jika dua mobil berpapasan dan tidak saling mengalah maka tidak akan bisa melewatinya karena pas-pasan, yah begitu lah namanya juga jalan tikus. Sepanjang jalan tikus ini memang penuh dengan anak-anak masyarakat yang berlari di sana-sini, memang perlu lebih berhati-hati kalau tidak mau terjadi kecelakaan. Jalan tikus ini berkelok-kelok tetapi masih cukup mulus untuk dilewati. Jalan ini memotong jalan kampung sebelum menembus ke kompleks perumahan dimana kantor berada. Sebelum masuk ke kompleks perumahan, harus melewati rel kereta api. Aneh jika di tempat itu tidak ada pak Ogah, sudah beberapa hari saya lewat sana dan hanya memberikan tangan serta senyum sebagai ucapan terima kasih kepadanya. Sebenarnya ada tidaknya pak Ogah di sana pun tidaklah berdampak besar. Dengan kata lain, ada dia disitu pun tidak membantu apa-apa. Tetapi pagi ini, saya pikir tidak ada salahnya jika ikut berbagi kebahagiaan kepadanya walau pun hanya seratus perak. Yang penting tulus, pikirku lagi. Ketika saya berikan uang tadi dengan senyuman seakan mengucapkan terima kasih. Tetapi respon yang diterima sangat menggagetkan yaitu ia melempar uang yang diberikan ke atas mobil dengan sikap arogan. Sebenarnya saya cukup kesal, tetapi saya segera fokus kepada nafas dan berkata semoga ia berbahagia. Jangan sampai respon luar melukai hati kita.

Saya merasa kasihan sekali dengan pak Ogah itu, jika ia tidak menghargai hal-hal kecil, bagaimana mungkin bisa mendapatkan yang besar. Bukankah segala sesuatu di mulai dari yang kecil. Saya jadi ingat dengan sebuah cerita inspiratif tentang seekor beruang besar yang sedang menangkap ikan untuk dijadikan sarapan paginya. Dengan sabar dan tekun, Ia menggunakan cakarnya untuk mengibas-ngibaskan air sungai sampai mendapat ikan. Akhirnya kerja keras membawakan hasil, ia mendapatkan seekor ikan yang sangat kecil. Dengan penuh senyum, beruang besar siap-siap untuk memakan ikan super mini itu. Tetapi sebelum ikan mini itu masuk ke dalam mulut beruang besar. Ikan ini berkata kepada beruang. “Wahai beruang besar, Saya begitu kecil bahkan seluruh daging saya tidak cukup untuk menambal lubang gigimu. Mohon lepaskanlah saya. Kelak saya bertumbuh menjadi ikan besar, silakan makan saya”. Beruang besar merenung sejenak, kemudian ia berkata kepada ikan “Wahai ikan kecil, tahukah kamu mengapa badan saya besar begini”. Lanjutnya “karena saya tidak pernah melepaskan makanan sekecil apa pun” dan beruang besar segera memakan ikan mini itu.

Dua kisah yang sudah disampaikan diatas, tentang pak Ogah dan beruang besar. Inspirasi yang saya dapat pada hari ini adalah “Jangan memandang rendah apalagi menyia-nyiakan berkah atau rejeki yang sudah hadir di pangkuan, walau pun ukuran berkah itu belum sesuai dengan harapan atau permintaan”. Seratus rupiah memang kecil, tetapi jika dalam setiap menit satu mobil lewat maka ia akan mendapatkan minimal 5.000 rupiah. Pemberian yang besar adalah yang diberikan dengan tulus. Bagi saya pribadi, lebih baik mendapatkan 5.000 rupiah tetapi penuh dengan ketulusan daripada diberikan 10.000 rupiah ditambah bonus caci maki dan sumpah serapah.

Mantra Bodhisatwa Tara

Bodhisatwa Tara  "om tare tuttare ture soha" Bodhisatwa Tara, yang pada mulanya berasal dari air mata yang diteteskan oleh Bodh...