Selasa, 08 Juni 2010

Niat Baik Saja Tidak Pernah Cukup

Satu bulan terakhir ini saya banyak mendapati kejadian-kejadian unik yang berhubungan dengan umat yang baik hati tapi rada aneh. Ceritanya tidak jauh dari keinginan luhur untuk berbuat lebih banyak kebaikan dan mengajak sahabat untuk ikutan menyiram pohon kebajikan supaya kelak dapat berbuah manis. Tetapi terkadang mereka tidaklah memperhatikan beberapa hal-hal kecil seperti apakah sahabat terkasihku ini memang sedang ada waktu untuk ikutan, apakah sahabatku ini sedang mengerjakan hal-hal yang menurutnya lebih diprioritaskan. Setelah membaca tulisan ini, semoga kita semua dapat lebih bijak dalam menyalurkan niat baik.

Kisah ini bermula sewaktu saya meng-YM sahabatku di pagi hari untuk mengajaknya Waisakan di Pantai Indah Kapuk. Ternyata sahabat saya tidak bisa ikut karena sedang menjaga cicinya yang sedang sakit cukup parah di Rumah Sakit. Oo, gakpapa, semoga cicimu cepat sembuh yah, kurang lebih begitu balasan saya di YM. Kemudian Ia bercerita bahwa tadi pagi juga ada salah seorang sahabatnya mengajaknya untuk Fangsen (melepas makhluk hidup ke habitatnya), sahabatku ini sudah menolaknya tetapi pengajak itu terus menerus merayunya untuk ikut. “ikut aja, khan fangsen paling dua jam, tinggalin dulu aja cicimu.” Terus terang agak kaget membaca kalimat itu.

Kisah kedua adalah sewaktu ada undangan dari sahabatku ini untuk membacakan paritta untuk cicinya bersama para Biku. Cukup menggembirakan, ternyata yang hadir cukup banyak. Tapi ada saja cerita menggelikan yaitu ada yang memberikan alasan tidak bisa hadir karena lagi "chiong" (pantangan). Saya pikir lebih bijak jika memberikan alasan lain. Bagaimana jika suatu hari, anda sangat membutuhkan bantuan dari para sahabat dan ternyata mereka sedang chiong juga.

Kisah ketiga, merupakan kelanjutan dari kisah kedua, setelah selesai membacakan paritta di rumah sahabat tadi, ada seorang dari kita yang mengatakan bahwa ada senior juga sedang sakit. Akhirnya para Biku dan kami sepakat untuk mengunjunginya dan tentu dengan melakukan konfirmasi melalui telpon terlebih dahulu untuk menanyakan kesediannya untuk dibesuk. Singkat cerita, kami pun tiba di rumahnya dan melakukan kebaktian singkat. Setelah selesai kebaktian penghiburan, kami pun kongko-kongko dengannya. Beliau bercerita bahwa ia sangat sulit tidur dan selalu ketakutan karena beberapa saat yang lalu, ada sahabat yang menjenguknya dan mempunyai niat baik berupa inisiatif untuk sekalian mengajak orang pinter. Orang pinter itu menscanning rumahnya dan mengatakan bahwa ternyata benar, anda sakit karena diganggu hantu, ada makhluk hitam besar di bagian tertentu rumah. Biku yang bijaksana segera menghiburnya dengan mengatakan ibu khan orang baik, tidak perlu kuatir akan hal-hal begituan, orang baik akan selalu dilindungi oleh para Buddha dan Bodhisatwa. Jadi jangan takut yah bu.

Setelah membaca kasus di atas, bagaimana pendapat anda?

Mereka yang mengajak fangsen dengan merayu untuk meninggalkan cicinya yang sedang sakit, yang sedang chiong dan yang membawa orang pinter ke rumah senior kami ini. Saya mempunyai keyakinan yang sangat besar bahwa sebenarnya mereka mempunyai niat yang sangat mulia.

Saya mendapat pelajaran dan hikmah yang sangat berharga yaitu “Niat baik saja tidak cukup” tetapi dibutuhkan kebijaksanaan untuk melihat lebih dalam lagi yaitu bagaimana menyampaikan niat baik tersebut, bagaimana kondisi orang yang ingin kita “tolong”. Tidaklah bijak mengatakan rumahnya berhantu pada saat pasien ingin beristirahat dengan tenang dan tanpa ketakutan (walau pun benar rumahnya berhantu). Masalah berdamai dengan hantu atau berunding dengan para makhluk halus itu dapat dilakukan setelah ia sembuh, sehat dan kuat kembali. Apakah meninggalkan kewajiban menjaga cici yang sedang sakit lebih pantas dibanding dengan fangsen? Bagaimana jika terjadi sesuatu yang fatal pada saat yang ditinggal? Dan apakah chiong harus begitu ditakuti sehingga menjadi penghalang berbuat kebajikan. Bukankah chiong adalah sebuah petanda dan alarm yang mengingatkan agar lebih banyak menanam benih kebajikan sehingga manisnya hasil kebajikan dapat menetralisir penderitaan yang timbul pada saat hal yang buruk terjadi.

Semoga tulisan ini dapat menjadi bahan renungan. Niat baik saja tidak akan pernah cukup. Niat tersebut harus disampaikan dengan cara yang tepat, waktu yang tepat dan orang yang tepat.

Heru Suherman Lim

Mantra Bodhisatwa Tara

Bodhisatwa Tara  "om tare tuttare ture soha" Bodhisatwa Tara, yang pada mulanya berasal dari air mata yang diteteskan oleh Bodh...