Selasa, 26 Januari 2010

Peduli


Sepertinya layaknya seorang manusia, tidak satupun yang bebas dari serangan penyakit, begitu juga dengan biku. Sama halnya pada saat Buddha masih membabarkan Dharma di dunia, terdapatlah seorang biku yang terserang penyakit disentri dan berbaring lemah ditempat yang telah dihamburi tinjanya sendiri.

Buddha dan Ananda menjenguk bhikkhu tersebut, seraya bertanya:

Buddha : Bhikkhu, apa yang terjadi padamu?

Biku sakit : Saya menderita disentri.

Buddha : Apa tidak ada yang merawatmu?

Biku sakit : Tidak ada, Bhante

Buddha : Kenapa para bhikkhu tidak merawatmu?

Biku sakit : Karena saya tak berguna lagi bagi mereka, Bhante

Lalu, Buddha berseru pada Ananda: "Pergi dan ambillah air. Kita akan memandikan biku ini."

Ananda mengambil air, sementara Buddha menuang air, Ananda mencuci seluruh badan biku itu. Dengan mengangkat kepala dan kakinya, Buddha dan Ananda membaringkannya kembali ke pembaringannya.


Kemudian, Buddha memanggil seluruh biku dan bertanya pada mereka:

Buddha : Mengapa, wahai para biku, engkau tidak merawat biku sakit itu?

Para Biku : Sebab sudah tidak berguna bagi kita, Yang Mulia.

Buddha : Kamu sekalian tidak mempunyai ayah dan ibu lagi yang akan merawatmu. Bila kamu sekalian tidak saling merawat, siapa yang akan melakukannya?


Buddha : "SIAPA YANG INGIN MERAWAT DAKU, HENDAKNYA MERAWAT PULA MEREKA YANG SAKIT"

Cerita singkat diatas sepertinya sudah sering sekali kita dengar, Buddha menyebut dirinya sendiri dengan sebutan Anuttaro Bhisako yang berarti "dokter yang baik". Bukan hanya rohani yang disembuhkan oleh Buddha dengan obat Dharma yang sangat mujarab tetapi Bhagawa juga adalah seorang dokter yang piawai dan perawat untuk mereka yang sakit secara fisik. Dalam sutra, dapat banyak ditemukan bahwa Bhagawa mengunjungi mereka yang sakit, merawatnya dan yang terpenting adalah menyembuhkan mereka.

Sering kali kita dalam kehidupan ini, jika seseorang diminta untuk merawat dan menjaga orang “penting” akan terdapat banyak sekali sukarelawan-sukarelawan yang bermunculan dan secara iklas untuk merawatnya. Tetapi bagaimana jika perawatan yang dimaksud adalah untuk orang yang tidak mampu dan tidak penting. Sangatlah susah untuk mencari sukarelawan dimaksud. Padahal Buddha sudah sangat sering memberikan contoh langsung untuk langsung turun tangan sendiri untuk mempraktekkan ajarannya bukan hanya sekedar teori yang indah dalam tataran konsep dan wacana.

Sahabatku yang berbahagia,

Memang mempraktekkan satu saja ajaran mulia jauh lebih baik dibandingkan dengan sekedar menghafal seluruh kitab. Memang tidak mudah untuk melaksanakan ajaran tetapi ijinkan saya untuk berbagi beberapa tips yang memudahkan yaitu :

1. Mulailah dari hal yang kecil

2. Mulailah dari diri sendiri

3. Mulailah sekarang juga

Segalanya harus dimulai dari yang kecil, dari diri sendiri dan saat ini juga. Sangatlah sulit untuk melakukan sesuatu hal yang besar seperti merawat orang sakit, membangun wihara, memberikan beasiswa kepada yang kurang mampu atau yang lainnya karena memang membutuhkan biaya dan perhatian yang besar juga, dimana tidak semua dari kita mempunyai kemampuan financial seperti itu. Tetapi semua itu janganlah menjadi alasan apalagi pembenaran bagi kita untuk tidak melakukan kebaikan. Jika kita mau lebih jeli sedikit, ternyata semua dari kita mempunyai harta karun seperti mempunyai hati yang mulia, pikiran yang positif, ucapan yang memotivasi, perbuatan yang baik dan juga senyuman yang menawan. Semua dari kita pasti punya kelima harta diatas. Bukankah demikian? Tinggal bagaimana kita membagikannya kepada yang lain. Kelima harta diatas dapat bermunculan untuk menghiasi dan mewarnai hidup jika dimulai dengan PEDULI. Dimulai dengan Peduli kepada diri sendiri, keluarga, lingkungan, organisasi dan meluas kepada yang membutuhkan. Memang, pada saat kita mulai peduli kepada yang lain, ada saja orang lain yang akan berbicara miring tetapi tetaplah peduli.

Sahabatku yang berbahagia,

Marilah kita mulai peduli kepada hal-hal yang kecil dan saat ini juga. Segera ulurkan tangan jika ada yang membutuhkan bantuan. Ringankan langkah untuk mengunjungi sahabat yang sedang kesusahan, siapkan shoulder to cry bagi yang mereka. Ada satu pepatah yang sangat menarik untuk menutup tulisan ini. “Mungkin orang akan lupa akan apa yang telah kita katakan, mungkin orang akan lupa apa yang telah kita lakukan, tetapi orang tidak akan lupa momentum saat ia menemukan bahwa hidupnya sangat berarti.”

Sahabatku, mari kita mulai Peduli

The most convenience public transportation system country

Melihat judulnya saja, saya yakin beberapa diantara kita sudah tahu negara mana yang dimaksud. Ya negara imut bin kecil, Singapura. Negara yang merdeka pada tahun 1965 yang menjadi kebanggaan dari Mr. Lee Kuan Yu dengan Merlion sebagai iconnya.

Akhir tahun 2009, tepatnya sehari sebelum hari natal, saya beserta istri mengadakan perjalanan ke Negara yang hanya setitik dalam peta yaitu Singapura. Sampai di tujuan masih sekitar jam 9 an waktu setempat. Sempat bingung waktu keluar dari pesawat, karena tidak banyak petunjuk dan akhirnya kita mengambil jalan ke kanan untuk keluar tetapi ternyata itu adalah jalan menuju ke terminal 1. sampai di tempat pengambilan bagasi. Yang ditunggu-tunggu tidak kunjung muncul, ternyata setelah ditanya-tanya, harusnya kita keluar dari terminal 2. ya sudah deh, terpaksa berjalan menuju ke terminal 2.

Begitu sampai di singapura, kita sudah merasakan kemudahan dan kenyamanan dalam menggunakan transportasi umum, dari terminal disediakan semacam van yang harganya sekitar S$ 9 per orang yang berangkat setiap setengah jam untuk mengantar tamu ke hotel di seluruh Singapura.

Kita menginap di Peninsula Hotel di daerah City Hall, lokasinya cukup strategis dan yang sangat menyenangkan adalah terminal City Hall yang merupakan terminal exchange berjarak 3 menit berjalan kaki.

Menurut saya, sistem transportasi umum di Negara ini adalah yang ternyaman dan sangat user friendly. Cukup membeli sebuah kartu di loket yang ada di terminal MRT. Namanya Ezlink. Kartu sakti yang dapat diisi ulang dan di refund selain dapat digunakan untuk membayar MRT juga dapat digunakan sebagai alat pembayaran bis. Ada 4 jalur MRT yang sangat membantu untuk menjelajahi negeri imut ini. Mudah membedakannya kok, dibagi menjadi 4 jalur utama dengan 4 warna juga yaitu merah, hijau, orange dan ungu. Seperti cerita diatas, terdapat beberapa exchange terminal. City Hall merupakan salah satunya exhange terminal merah dengan hijau. Misalkan jika dari City hall ingin mengunjungi Bugis Street yang sangat terkenal dengan jajanan pasarnya maka berhenti di terminal MRT Bugis dengan jurusan Pasir Ris (Warna Hijau). Jika ingin melihat kemilau Orchard yang terkenal seantero jagat, maka MRT Merah dengan Jurusan Jurong East yang mengantarkan ke MRT Orchard, jika ke daerah Gu Chia Cui ( air dari kereta lembu ) atau yang lebih terkenal dengan China Town menggunakan MRT warna Ungu. Begitu juga jika ingin ke pelabuhan internasional Singapura, Harbour Front.

Sebenarnya tidak ada yang terlalu menarik dari Singapura, sebenarnya kami juga sekedar transit disini untuk melanjutkan perjalanan ke Port Klang dan Phuket dengan menggunakan kapal pesiar mewah Royal Carribean International. Awalnya saya agak heran dan dalam hati selalu mempunyai banyak pertanyaan, mengapa banyak kapal pesiar itu bersandar di pelabuhan Singapura dan tidak bersandar di Pelabuhan Tanjung Priuk misalnya atau mengapa orang lebih memilih Singapura di banding Jakarta dan mengapa menjadi warga Singapura lebih dibanggakan dibandingkan sebagai WNI.

Seeing is believing, memang setelah beberapa hari di Singapura, pertanyaan saya semakin banyak terjawab. Kebetulan sekali sewaktu saya naik bis dalam kota menuju ke City Hall, saya bertemu dengan seorang bapak, mantan warga Indonesia kelahiran Medan yang telah tinggal di Singapura selama kurang lebih 30 tahun. Saya senang sekali karena bisa ngobrol dengan beliau apalagi beliau itu kelahiran Medan. Dari awalnya kita berkomunikasi dengan bahasa Inggris langsung switch menjadi bahasa Hokien. Beliau bertanya bagaimana kondisi Indonesia, kondisi Jakarta dan Medan. Saya mengatakan kepada beliau bahwa Indonesia sekarang sudah jauh lebih baik di bandingkan masa lalu. Dan sebelum saya turun bis, saya bertanya kepadanya : “Acek (paman) kapan main-main ke Indonesia” dia menjawab : “di Indonesia sudah tidak ada rumah dan kendaraan lagi sehingga akan susah jika mau kemana-mana. Tidak seperti disini (Sin) saya nyaman naik bis dan MRT kemana-mana”. Akhirnya kita berpisah dengan lambaian tangan ketika kami sudah berada di luar bis.

Percakapan singkat ini, menjadi salah satu jawaban atas kebingungan saya. Kemudahan transportasi di Singapura memang luar biasa. Bayangkan saja, terakhir kali saya ke singapura mungkin sekitar sepuluh tahun yang lalu. Banyak sekali perubahan yang luar biasa disana. Tetapi kami sebagai turis yang sangat asing akan negara ini saja sudah berani berkelana kemana-mana dengan menggunakan sarana transportasi umum. Di negara sendiri aja, belum tentu berani naik angkot ke Tanjung Priuk, sungguh menyedihkan

Perjalanan kali ini cukup beruntung karena tidak sengaja kita melihat poster tentang pameran relik yang di selenggarakan oleh salah satu organisasi Buddhis Singapura di Suntec City, mulai jam 9 pagi sampai dengan sore. Mampir sejenak ke Wealth Fountain, yang konon katanya merupakan tempat dengan Feng Sui terbaik. Setelah itu kita naik ke lantai 6, waduh, ternyata antrian sudah seperti ular, katanya mereka jam 8 sudah mulai antri. Luar biasa. Relik yang dipamerkan cukup banyak mulai dari yang halus sampai tulang-tulang yang cukup besar.

Beberapa hal yang agak menyebalkan di Singapura yaitu terdapat banyak orang yang cuek dan selalu menjawab tidak tahu, ada pengalaman menarik, pada saat kita agak bingung akan lokasi dimana kita berada, kemudian istri ingin bertanya kepada seorang wanita. Baru istri bilang excuse me, dia sudah menjawab tidak tahu. Benar-benar luar biasa, hehehe. Awalnya sih sebel juga yah, eh tetapi setelah dibegituin beberapa kali yah jadi terbiasa juga, hehehe. Begitu juga dengan penggunaan uang disana, sangat tidak nyaman, karena berasa murah tetapi sesungguhnya sangat mahal. Air mineral 1500 ml cuman S$ 2,5 tetapi jika di rupiahkan adalah 17.500 sudah bisa membeli beberapa botol air mineral di Indonesia.

Saya berpikir, pejabat terkait dan berwewenang Indonesia seharusnya berkunjung ke Singapura, bukan untuk mengagumi keindahan Singapura tetapi belajar bagaimana tata kota dan pengelolaan sistem transportasi umum itu untuk dapat diterapkan di Indonesia. Kayaknya ga ada salahnya dan tidak perlu malu kok belajar dari kelebihan orang lain. Saya bermimpi suatu hari di Indonesia juga memiliki kemudahan dan kenyamanan bertranportasi umum seperti di Singapura. Bagaimanapun juga, terlepas dari banyak kekurangannya, Indonesia masih sangat nyaman bagiku. I love you Indonesia.

Mantra Bodhisatwa Tara

Bodhisatwa Tara  "om tare tuttare ture soha" Bodhisatwa Tara, yang pada mulanya berasal dari air mata yang diteteskan oleh Bodh...