Liburan lebaran 2009 kemarin, saya dan keluarga mempunyai kesempatan baik mengunjungi China, walaupun beli tiketnya sudah dari jauh-jauh hari, biasalah untuk mendapat harga seat semurah mungkin, hehehe. Kita memilih mendarat di shanghai setelah transit di Kuala Lumpur dan pulang dari Guilin. Awalnya sih biasa-biasa aja, karena merasa waktu masih lama sehingga tidak terlalu pusing pikirin rute tournya, begitu dapat tiket murah, langsung sikat, khan ingat ajaran “speed is power” hehehe. Begitu dekat dengan lebaran, ketegangan dan stress mulai terasa. Ternyata tidak semudah yang dipikirkan, awalnya rute kita adalah mendarat di Shanghai kemudian mengunjungi Beijing untuk melihat kebesaran Great Wall lambang negara tirai bambu. Setelah itu barulah turun ke Guilin sebelum pulang ke tanah air melalui Kuala Lumpur. Ternyata setelah meminta teman-temen untuk menghitung biaya perjalanan lokal beserta segala akomodasinya, eh kok harganya sama aja dengan kita ikut tour dari Jakarta. Weleh weleh, mau murah kok malah jadinya sama biayanya plus repot lagi. Hehehe. Akhirnya kita diselamatkan oleh sahabat baik istri yang kebetulan sedang jalan-jalan di Shanghai juga. Memang berkah sering hadir tanpa diketahui. Akhirnya kita mengikuti jejak sahabat tersebut yaitu berkunjung ke Jui Zhai Gou. Pucuk di cinta, nasi ulam tiba, eh maksudnya ulam tiba, hehehe. (Nulisnya sambil nunggu makanan neh jadi munculnya nasi ulam.) akhirnya kita pun sepakat berangkat ke Jiu Zhai Gou yang sangat indah dan menawan. Cerita Jiu Zhai Gou akan dibahas dengan tulisan yang berdiri sendiri.
Kembali ke Shanghai,
Kita mendarat di Shanghai pagi hari, karena terbang dari Kuala Lumpur sekitar jam 1 pagi, enak juga sih, begitu nyampe Shanghai matahari sudah muncul seiring dengan cerahnya langit. Kita langsung mengcharter taxi untuk segera meninggalkan bandara Pu Tong menuju ke hotel yang letaknya di tengah kota dan tidak jauh dari Nanjing Road, surga idaman para wanita. Anda sudah tahu khan tempat apa itu, hehehe. Setelah menerima kebaikan hati dari petugas hotel, karena dikasih check in di kamar lebih cepat dari seharusnya. Kita pun jalan kaki menuju Nanjing Road, disana banyak toko-toko yang menjual barang-barang dari yang branded sampai yang biasa aja, saya ga tau itu beneran branded atau bajakan, dimaklumi aja yah. Kita sempat makan makanan kecil disana, bakpaunya enak banget harganya juga murah, ada juga seperti sate dan lain-lain, berdiri saja di pinggir jalan sambil makan. Abis itu baru makan siang di sebuah restoran yang katanya terkenal dengan “xiao long bao” (bakpao kecil yang isinya daging dan ada kaldu di dalamnya). Tapi jujur aja neh, kurang enak sich, hehehe, may be kurang cocok ama orang Indo.
Sehabis mengisi perut, kita mengunjungi kuil Jade Buddha temple dengan taksi, sebuah kuil yang indah yang sangat terkenal dengan patung Buddha yang terbuat dari Jade (Batu Giok). Selain Jade Buddha, disini juga terdapat cukup banyak patung Buddha, Bodhisatwa dan para Dewa pelindung dunia. Saya mengamati bahwa orang China mempunyai budaya bersembahyang yang agak berbeda dengan di Indonesia. Mereka menggunakan hio yang cukup besar dan banyak. Setelah memanjatkan doa, mereka melempar ke dalam tungku yang sedang terbakar dan membiarkan hionya terbakar. Buat informasi aja ya, di China masuk wihara harus bayar lho.
Setelah sembahyang di Jade Buddha temple, kita mengunjungi Yu Yuan Garden (saya tidak tahu artinya). Kalau tidak salah artinya adalah Taman milik orang bermarga Yu. Tempat ini dulunya adalah rumah dari seorang konglomerat yang hidup pada jamannya. Walaupun sudah sangat tua, tetapi keindahan dan kemewahan rumah ini masih tetap memancar. Setelah memasuki halaman rumah, terdapat semacam gapura. Sebenarnya bukan gapura yang seperti kita lihat di Indonesia, tetapi lebih seperti yang sering kita lihat dalam film silat, sebuah tembok pembatas dengan lubang ditengahnya untuk dilewati. Di atas gapura itu terdapat 2 ekor naga hitam, saya dan keluarga nebeng denger penjelasan dari tour guide rombongan lain bahwa 2 ekor naga itu sangat unik karena hanya memiliki 3 cakar pada setiap kakinya, pada umumnya naga memiliki 5 cakar. Mengapa demikian? Menurut beliau, pada jaman dulu, yang boleh menggunakan naga hanyalah kaisar China. Sehingga dibuatlah naga dengan 3 cakar supaya tidak sama dengan naga yang dipunyai oleh kaisar China. Menarik juga yah. Di rumah ini banyak batu-batu indah dan bentuknya antik. Penataan ruangan dengan pohon-pohon maupun kolam sangat pas, serasa waktu berhenti jika duduk di taman ini. Pokoknya top abis deh rumah ini, dan wajib dikunjungi.
Tidak berasa matahari sudah selesai bertugas di China dan mendapat jadwal untuk bertugas di wilayah barat Bumi. Kita pun keluar dari Yu Yuan Garden itu dan menyusuri sepanjang jalan yang sangat ramai oleh penjual sovenir-sovenir. Banyak sekali, sovenir berupa baju, hiasan, gantungan kunci dan masih banyak hal lagi, semuanya indah-indah, kita membeli beberapa gantungan kunci panda disana, eh sahabat, ingat nawar yah, harganya bisa setengah tuh. Terakhir kita melihat kok ada antrian yang sangat panjang disalah satu sudut gang, tertarik ingin tahu, kita juga mendatanginya untuk melihat ada apa gerangan. Ternyata semuanya sedang mengantri xiao long bao. Konon kabarnya Restoran bintang lima Nan Xiang yang ada di Indonesia merupakan cabang dari tempat ini. Ramainya luar biasa, saya pun bagi tugas dengan istri, saya bertugas mencari tempat duduk di restoran dan istri ikut mengantri. Apa mau dikata, saya keliling-keliling restoran tersebut untuk mencari tempat duduk tetapi hasilnya nihil. Setelah berjuang dengan kesabaran, akhirnya kita mendapat juga xiao long bao legendaris ini dan makan di pendopo di pinggir danau dengan latar belakang 2 bangunan tertinggi di Shanghai, Gedung Jing Mao dan Oriental Pearl Tower (Dong fang Ming zhu ta)
Setelah mandi di hotel, kita berjalan lagi ke Nanjing Road dengan tujuan ke Pearl Tower menggunakan MRT. Sempat bertanya-tanya dengan orang yang ada disana bagaimana naik MRT dari mana, akhirnya ketemu juga MRT yang menuju ke Pearl Tower. Suasana Nanjing Road pada malam hari sangat berbeda dengan siang hari. Sangat menakjubkan. Lampu terang benderang membanjiri sepanjang jalan itu. Ternyata slogan : Shanghai, City of light of Asia ga salah juga, kita tahu kalau julukan The City of Light dipegang oleh Kota Paris. Paris dengan menara Eifellnya, di Shanghai juga tidak kalah dengan Pearl Towernya yang lebih tinggi dibanding dengan Eifell. Oriental Pearl Tower merupakan bangunan tertinggi ke 3 di dunia. Yang tertinggi adalah CN Tower di Toronto, Kanada sedangkan yang kedua adalah Ostankino Tower di Moscow. Saya jadi ingat dengan tugu kebanggaan di Indonesia yaitu Monumen Nasional setinggi 132 meter yang tidak tahu menduduki urutan ke berapa di dunia. Semoga suatu hari, Indonesia mempunyai bangunan yang dapat dibanggakan di dunia internasional.
Kembali ke Shanghai,
Kita mendarat di Shanghai pagi hari, karena terbang dari Kuala Lumpur sekitar jam 1 pagi, enak juga sih, begitu nyampe Shanghai matahari sudah muncul seiring dengan cerahnya langit. Kita langsung mengcharter taxi untuk segera meninggalkan bandara Pu Tong menuju ke hotel yang letaknya di tengah kota dan tidak jauh dari Nanjing Road, surga idaman para wanita. Anda sudah tahu khan tempat apa itu, hehehe. Setelah menerima kebaikan hati dari petugas hotel, karena dikasih check in di kamar lebih cepat dari seharusnya. Kita pun jalan kaki menuju Nanjing Road, disana banyak toko-toko yang menjual barang-barang dari yang branded sampai yang biasa aja, saya ga tau itu beneran branded atau bajakan, dimaklumi aja yah. Kita sempat makan makanan kecil disana, bakpaunya enak banget harganya juga murah, ada juga seperti sate dan lain-lain, berdiri saja di pinggir jalan sambil makan. Abis itu baru makan siang di sebuah restoran yang katanya terkenal dengan “xiao long bao” (bakpao kecil yang isinya daging dan ada kaldu di dalamnya). Tapi jujur aja neh, kurang enak sich, hehehe, may be kurang cocok ama orang Indo.
Sehabis mengisi perut, kita mengunjungi kuil Jade Buddha temple dengan taksi, sebuah kuil yang indah yang sangat terkenal dengan patung Buddha yang terbuat dari Jade (Batu Giok). Selain Jade Buddha, disini juga terdapat cukup banyak patung Buddha, Bodhisatwa dan para Dewa pelindung dunia. Saya mengamati bahwa orang China mempunyai budaya bersembahyang yang agak berbeda dengan di Indonesia. Mereka menggunakan hio yang cukup besar dan banyak. Setelah memanjatkan doa, mereka melempar ke dalam tungku yang sedang terbakar dan membiarkan hionya terbakar. Buat informasi aja ya, di China masuk wihara harus bayar lho.
Setelah sembahyang di Jade Buddha temple, kita mengunjungi Yu Yuan Garden (saya tidak tahu artinya). Kalau tidak salah artinya adalah Taman milik orang bermarga Yu. Tempat ini dulunya adalah rumah dari seorang konglomerat yang hidup pada jamannya. Walaupun sudah sangat tua, tetapi keindahan dan kemewahan rumah ini masih tetap memancar. Setelah memasuki halaman rumah, terdapat semacam gapura. Sebenarnya bukan gapura yang seperti kita lihat di Indonesia, tetapi lebih seperti yang sering kita lihat dalam film silat, sebuah tembok pembatas dengan lubang ditengahnya untuk dilewati. Di atas gapura itu terdapat 2 ekor naga hitam, saya dan keluarga nebeng denger penjelasan dari tour guide rombongan lain bahwa 2 ekor naga itu sangat unik karena hanya memiliki 3 cakar pada setiap kakinya, pada umumnya naga memiliki 5 cakar. Mengapa demikian? Menurut beliau, pada jaman dulu, yang boleh menggunakan naga hanyalah kaisar China. Sehingga dibuatlah naga dengan 3 cakar supaya tidak sama dengan naga yang dipunyai oleh kaisar China. Menarik juga yah. Di rumah ini banyak batu-batu indah dan bentuknya antik. Penataan ruangan dengan pohon-pohon maupun kolam sangat pas, serasa waktu berhenti jika duduk di taman ini. Pokoknya top abis deh rumah ini, dan wajib dikunjungi.
Tidak berasa matahari sudah selesai bertugas di China dan mendapat jadwal untuk bertugas di wilayah barat Bumi. Kita pun keluar dari Yu Yuan Garden itu dan menyusuri sepanjang jalan yang sangat ramai oleh penjual sovenir-sovenir. Banyak sekali, sovenir berupa baju, hiasan, gantungan kunci dan masih banyak hal lagi, semuanya indah-indah, kita membeli beberapa gantungan kunci panda disana, eh sahabat, ingat nawar yah, harganya bisa setengah tuh. Terakhir kita melihat kok ada antrian yang sangat panjang disalah satu sudut gang, tertarik ingin tahu, kita juga mendatanginya untuk melihat ada apa gerangan. Ternyata semuanya sedang mengantri xiao long bao. Konon kabarnya Restoran bintang lima Nan Xiang yang ada di Indonesia merupakan cabang dari tempat ini. Ramainya luar biasa, saya pun bagi tugas dengan istri, saya bertugas mencari tempat duduk di restoran dan istri ikut mengantri. Apa mau dikata, saya keliling-keliling restoran tersebut untuk mencari tempat duduk tetapi hasilnya nihil. Setelah berjuang dengan kesabaran, akhirnya kita mendapat juga xiao long bao legendaris ini dan makan di pendopo di pinggir danau dengan latar belakang 2 bangunan tertinggi di Shanghai, Gedung Jing Mao dan Oriental Pearl Tower (Dong fang Ming zhu ta)
Setelah mandi di hotel, kita berjalan lagi ke Nanjing Road dengan tujuan ke Pearl Tower menggunakan MRT. Sempat bertanya-tanya dengan orang yang ada disana bagaimana naik MRT dari mana, akhirnya ketemu juga MRT yang menuju ke Pearl Tower. Suasana Nanjing Road pada malam hari sangat berbeda dengan siang hari. Sangat menakjubkan. Lampu terang benderang membanjiri sepanjang jalan itu. Ternyata slogan : Shanghai, City of light of Asia ga salah juga, kita tahu kalau julukan The City of Light dipegang oleh Kota Paris. Paris dengan menara Eifellnya, di Shanghai juga tidak kalah dengan Pearl Towernya yang lebih tinggi dibanding dengan Eifell. Oriental Pearl Tower merupakan bangunan tertinggi ke 3 di dunia. Yang tertinggi adalah CN Tower di Toronto, Kanada sedangkan yang kedua adalah Ostankino Tower di Moscow. Saya jadi ingat dengan tugu kebanggaan di Indonesia yaitu Monumen Nasional setinggi 132 meter yang tidak tahu menduduki urutan ke berapa di dunia. Semoga suatu hari, Indonesia mempunyai bangunan yang dapat dibanggakan di dunia internasional.
Pearl Tower setinggi 468 meter terdiri dari 3 bagian. Bagian paling bawah, bagian kedua adalah bagian bowl (buletan) pertama dan bagian ketiga adalah bowl (buletan) kedua. Bagian paling bawah ini terdapat museum luas sekali yang mayoritas dipenuhi oleh patung lilin yang juga tidak kalah dengan yang ada di museum lilin legendaris di London yaitu Madame Tussads. Museum membawa kita kembali ke masa shanghai kuno lengkap dengan budaya dan profesi-profesi warga masyarakatnya.
Naik ke bowl pertama, saya tidak ingat persis berapa tingginya, yang pasti 200an meter, terdapat banyak jendela pengamatan, indah sekali. Disana terlihat old shanghai, atau yang dikenal dengan shanghai than (shanghai bund). Dimana bangunannya masih dalam model klasik. Dihiasi lampu yang luar biasa indahnya. Turun menggunakan tangga dimana terdapat ruangan outdoor yang lantainya dibuat dari kaca, sehingga dapat melihat langsung ke bawah. Saya tidak berani berdiri disitu sehingga tidak bisa bercerita banyak. Saat ini, saat mengetik tulisan ini, membayangkannya kembali saja sudah membuat tangan saya dingin. Hehehe
Bowl ke dua, ruangan paling tinggi, katanya terdapat restoran diatas, tetapi kita tidak naik keatas karena biayanya cukup mahal. So ceritanya sampai disini saja.
Naik ke bowl pertama, saya tidak ingat persis berapa tingginya, yang pasti 200an meter, terdapat banyak jendela pengamatan, indah sekali. Disana terlihat old shanghai, atau yang dikenal dengan shanghai than (shanghai bund). Dimana bangunannya masih dalam model klasik. Dihiasi lampu yang luar biasa indahnya. Turun menggunakan tangga dimana terdapat ruangan outdoor yang lantainya dibuat dari kaca, sehingga dapat melihat langsung ke bawah. Saya tidak berani berdiri disitu sehingga tidak bisa bercerita banyak. Saat ini, saat mengetik tulisan ini, membayangkannya kembali saja sudah membuat tangan saya dingin. Hehehe
Bowl ke dua, ruangan paling tinggi, katanya terdapat restoran diatas, tetapi kita tidak naik keatas karena biayanya cukup mahal. So ceritanya sampai disini saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar