HSL’s Noted
(27 Jul 2012)
herusuhermanlim@yahoo.com;
www.herusuhermanlim.blogspot.com
Akhir minggu ini ada tiga
peristiwa yang membuatku tersenyum dan bahagia.
Ketiga-tiganya berkaitan dengan anak-anak di sekolah. Yang pertama adalah ketika kepala sekolah
memberitahukan bahwa ada orang tua datang ke sekolah dan marah kepada guru
Agama Buddha karena guru tersebut mengatakan kepada anaknya bahwa “Ibu lebih senang kalau kamu pintar tetapi
juga sopan”. Saya kaget “lho, apa yang salah dengan kata-kata guru
itu?”. Ternyata redaksi orang tuanya kurang lebih seperti ini “Saya sebenarnya marah sekali dengan ibu
karena sudah mengatakan sesuatu yang bertolak belakang dengan prinsip yang
selalu mengejar kecerdasan intelektual saja”. Dan orang tua itu melanjutkan “Kok masih ada guru yang kayak gini yah (yang
masih peduli dengan budi pekerti)?”.
Saya pun lega mendengar kata-kata terakhir itu. Terima kasih kepada guru-guru yang masih peduli
dan senantiasa menjaga keseimbangan antara ilmu dengan budi pekerti.
Peristiwa kedua adalah keesokan
harinya (26.07.12) ketika tiba di kantor bertepatan dengan waktu istirahatnya
anak-anak. Mereka sedang menikmati
sarapan yang dibawa dari rumah. Beberapa
di antara mereka duduk di tangga dan tidak sadar sampai menutupi jalan
naik. Saya agak bingung ketika akan
melewati mereka, saya berkata “maaf,
sayang. Numpang lewat yah”. Tanpa
diduga, anak itu berkata “kami yang harus
minta maaf sir, karena kami duduk di tangga dan menutupi jalan”. Saya ucapkan terima kasih sambil
tersenyum. Ooo bahagianya. Anak yang baik.
Yang ketiga adalah pada hari yang
sama yaitu siang harinya pada saat makan siang di sebuah restoran yang dekat
dengan kantor. Saya berjalan kaki kurang
lebih 10 menit di tengah siang yang sangat menyengat. Saat memasuki ruangan restoran barulah dapat
bernafas lega karena sedikit terbebas dari sengatan sang Mentari. Setelah memesan makanan, saya duduk di meja
paling ujung dan melihat ada anak-anak kami yang masih mengenakan seragam
sedang makan bersama orangtuanya di meja yang berbeda. Sehabis makan, saya mencuci tangan di
wastafel yang lebar. Sebelum selesai,
datang seorang anak kami itu untuk mencuci tangan. Karena dia kurang tinggi maka dia berusaha
meraih tutup keran dan berhasil tetapi deras sekali airnya dan percikan airnya
mengenai mukanya. Saya membantunya untuk
mengecilkan keran itu sehingga derasnya air pas untuk dia mencuci tangan dan
tidak berpercikan ke mukanya. Setelah
selesai mencuci tangan, anak itu mengatakan “terima kasih Om”.
Akhir minggu ini, saya bertemu
dengan guru yang perhatian dan anak-anak yang sopan, berbudi pekerti. Memang hal yang kecil dan sepertinya tidak
berarti, tetapi menurut saya itu adalah sebuah kebiasaan yang baik dan terpuji.
Memang keberhasilan sebuah pendidikan dan kehidupan bukanlah dinilai dari
kecerdasan intelektual semata. Happiness and Success with Love. :)