Minggu, 04 November 2018

Paro, I'm coming (again)

Paro, I’m coming (again)
HSL19102018

Memasuki wilayah udara Bhutan
Pesawat bermanuver
Terbang jam 13.30 dengan Druk Air KB-401 dari Bandara Tribhuvan, Kathmandu menuju Bandara Paro, Bhutan yang katanya merupakan Bandara paling berbahaya di Dunia karena terletak di lembah diantara pegunungan tertinggi di Dunia, Himalaya. Konon hanya beberapa pilot yang memiliki izin untuk mendaratkan pesawat di bandara mini ini.  Memasuki wilayah udara Bhutan, akan terasa goncangan yang lumayan membuat jantung berdegup lebih kencang dan manuver yang dilakukan untuk terbang di antara gunung bersalju, dan ditutup dengan belokan tajam dengan posisi pesawat miring sampai 30° dan langsung mendarat mulus dan tanpa terasa hentakan. Memang Lubis…   

Sebuah tips kecil, jika anda terbang dari Kathmandu menuju Paro maka mintalah seat di di barisan kiri untuk menikmati indahnya jajaran pegunungan Himalaya yang bersalju abadi dan sebaliknya duduklah di kanan jika pulang dari Paro.  Saya tidak kaget ketika membaca sebuah artikel di Majalah Tashi Deleg yang memuat bahwa pelayanan di Bandara Tribhuvan adalah yang terburuk di planet ini.  Ribet, tidak efisien dan tentunya menjengkelkan, tapi tidak apalah, orang bijak mengatakan hanya orang yang merasakan pahitnya penderitaan lah yang dapat menikmati manisnya kebahagiaan. 

Paro Airport
Sejam kemudian, kami tiba di Bandara Paro, Bhutan.  Ini kedua kalinya kakiku menginjak bumi Bhutan yang diklaim sebagai Negara berpenduduk paling bahagia di dunia.  Bhutan tidak main-main dengan klaim ini, mereka membuktikannya bahwa predikat yang diberikan oleh PBB itu bukanlah sebuah slogan saja.  Pemandangan indah dan udara segar adalah yang pertama kali menyambut kita dengan ramahnya dan selanjutnya disambut oleh senyuman ramah dari Raja Jigme Khesar Namgyel Wangchuck dan Ratu Jetsun Pema.  Kami pun berfoto bersamanya.  (dibaca poster raja ).  Dilanjutkan dengan pengurusan dokumen imigrasi, Bhutan menerapkan sistem visa Online, jadi jika mengganti paspor yang sudah terdaftar maka paspor itu harus dibawa.  Bandara ini jauh dari kesan megah apalagi mewah.  Sederhana tapi tetap indah diwarnai dengan senyuman manis dari para petugas berkostum Gho (laki-laki) dan Kira (wanita).  Aura kebahagiaan berhamburan di tempat ini. Siap-siap lah menampung dan membawanya pulang sebagai oleh-oleh.

Thimphu, Ibukota Bhutan
Dari Bandara, kita langsung menuju ke Thimphu, Ibukota Bhutan.  Perjalanan darat kurang dari 50 km tetapi membutuhkan waktu 1,5 – 2 jam.  Jangan heran, karena selama di Bhutan bertemu dengan tanah datar adalah sebuah keajaiban.  Walaupun Bhutan disebut sebagai the land of the Dragon tetapi mereka tidak memiliki bangunan pencakar langit, maksimal hanya 7 tingkat sesuai aturan yang berlaku.  Masih banyak bangunan beratap seng dan anda pasti kagum melihat banyak bercak-bercak berwarna merah di atapnya.  Coba diterawang dengan lebih teliti, apa yang penyebab berwarna merah itu? Ooo ternyata Cabe, yah mereka sangat menyukai cabe dan menjemurnya di atap.  

Ema Datshi
Cobalah kuliner nasionalnya dalam Bahasa Dzongkha disebut Ema Datshi yang pasti mudah ditemukan dalam setiap sajian makan.  Ema berarti cabe (chili), Datshi berarti keju (cheese), jadi Ema Datshi berarti Chili Chese atau Cabe Keju.  Terdengar aneh dan tidak lazim tapi silakan dicoba, mungkin anda jatuh cinta kepadanya.  Dan jangan lupa, setiap foto sebutlah Ema Datshiii…


Sesampainya di Thimphu, kami mengunjungi Tashichho atau Thimphu Dzong.  Sayangnya Dzong itu sudah tutup pada jam 17.00. sehingga kami langsung melanjutkan untuk makan malam dan check in hotel.  Eh, belum selesai sampai di sini lho.  Ternyata hotel kita terletak di posisi strategis dan pusat perbelanjaan sehingga malam-malam kami bergentayangan di pusat perbelanjaan itu dan berhasil memburu buah-buah organik segar tanpa pestisida.   Kami berjaket ria karena suhu saat itu menyentuh angka 2 derajat.  Sempat mencoba Druk Beer, wah ternyata cukup keras karena beralkohol sampai 8%. Btw Druk berarti Dragon atau Naga.

Tidak ada komentar:

Mantra Bodhisatwa Tara

Bodhisatwa Tara  "om tare tuttare ture soha" Bodhisatwa Tara, yang pada mulanya berasal dari air mata yang diteteskan oleh Bodh...